Pendidikan anak tidak dimulai saat anak lahir, tetapi jauh sebelum itu—yakni sejak pemilihan pasangan dan akad pernikahan. Inilah yang ditegaskan oleh Dr. ‘Abdullāh Nāṣih ‘Ulwān dalam karya monumentalnya تربية الأولاد في الإسلام (Tarbiyatul Aulād fil Islām).
Beliau menjelaskan bahwa sebelum masuk pada rincian metode pendidikan, terlebih dahulu harus dibangun rumah tangga yang sehat, sakinah, dan berbasis iman, karena keluarga adalah lingkungan pertama yang membentuk jiwa anak
1. Pernikahan dalam Islam: Fitrah, Sakinah, dan Generasi Saleh
Dr. ‘Ulwān berkata,
قبل ان اشرع في بيان الاسس التي وضعها الاسلام في تربية الاولاد يحسن ان اتعرض ولو باختصار للزواج من نواح ثلاث
“Sebelum aku memulai penjelasan tentang pondasi-pondasi yang diletakkan Islam dalam pendidikan anak, sudah sepantasnya aku mengulas – walaupun secara ringkas – pernikahan ditinjau dari tiga sisi.”
Tiga sisi yang beliau bahas tentang pernikahan adalah: fitrah manusia, maslahat sosial, dan pemilihan pasangan yang benar. Semuanya memiliki kaitan langsung dengan masa depan pendidikan anak.
1.1. Pernikahan sebagai fitrah dan sumber ketenangan
Allah Ta‘ālā berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. ar-Rūm: 21)
Ayat ini menunjukkan bahwa pondasi keluarga Islami adalah sakinah, mawaddah, dan rahmah. Anak yang tumbuh di tengah suasana cinta dan rahmat akan lebih mudah menerima nasihat, keteladanan, dan pendidikan.
Doa hamba-hamba Allah yang salih pun menjadikan istri dan anak sebagai pusat perhatian:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.’” (QS. al-Furqān: 74)
Doa ini mengajarkan bahwa tujuan utama pernikahan bukan sekadar pelampiasan syahwat, tetapi melahirkan generasi yang menjadi “imam” bagi orang-orang bertakwa.
2. Kriteria Pasangan Ideal: Agama dan Akhlak sebagai Pondasi Tarbiyah
Dr. ‘Abdullāh Nāṣih ‘Ulwān menekankan bahwa pemilihan pasangan hidup adalah keputusan strategis jangka panjang bagi pendidikan anak. Orang tua yang salah memilih pasangan, hakikatnya telah meletakkan pondasi yang rapuh bagi tarbiyah.
2.1. Memilih istri yang salihah
Rasulullāh ﷺ bersabda:
تُنْكَحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya engkau beruntung.” (HR. al-Bukhārī no. 5090, Muslim no. 1466)
Hadits ini menunjukkan bahwa agama adalah kriteria utama. Istri yang salihah akan menjadi madrasah pertama bagi anak, baik melalui ucapan, ibadah, maupun akhlaknya di rumah.
Rasulullāh ﷺ juga bersabda:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا المَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia itu adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita yang salihah.”
(HR. Muslim no. 1467 dari ‘Abdullāh bin ‘Amr)
Istri salihah bukan hanya penenang suami, tetapi juga sumber stabilitas emosional dan spiritual bagi anak-anak.
2.2. Memilih suami yang beragama dan berakhlak mulia
Bagi wali perempuan, Islam memberi panduan jelas tentang kriteria calon suami. Rasulullāh ﷺ bersabda:
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Apabila datang kepada kalian (seorang laki-laki) yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. at-Tirmiżī no. 1084)
Suami adalah qawwām (pemimpin) rumah tangga. Jika akidah dan akhlaknya rusak, sangat besar kemungkinan anak-anak akan mengikuti kerusakan tersebut.
3. Rumah Tangga sebagai Lingkungan Pertama Pendidikan Anak
3.1. Anak adalah amanah di tangan orang tua
Imam Abū Ḥāmid al-Ghazālī رحمه الله berkata:
والصبي امانة عند والديه، وقلبه الطاهر جوهرة نفيسة ساذجة خالية عن كل نقش وصورة، وهو قابل لكل ما نقش، ومائل الى كل ما يمال به اليه
“Anak kecil adalah amanah di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang suci bagaikan permata yang sangat berharga, masih polos, kosong dari setiap ukiran dan gambar. Ia siap menerima apa pun yang diukirkan padanya, dan condong kepada apa saja yang ia diarahkan kepadanya.”
Jika ia dibiasakan kepada kebaikan dan diajarkan (ilmu agama), ia akan tumbuh di atas kebaikan itu dan berbahagialah ia di dunia dan akhirat; dan kedua orang tuanya, beserta semua pendidik yang berperan, akan ikut mendapatkan pahalanya.
Ucapan ini menjelaskan bahwa kondisi awal rumah tangga – termasuk harmonis tidaknya hubungan suami-istri – akan sangat memengaruhi “ukiran pertama” pada hati anak.
3.2. Dampak kelalaian orang tua terhadap kerusakan anak
Ibnul Qayyim رحمه الله berkata dalam Tuhfatul Maudūd:
وكم ممّن اشقى ولده وفلذة كبده في الدنيا والاخرة باهماله وترك تأديبه، واعانته له على شهواته، ويزعم انه يكرمه وقد اهانه، وانه يرحمه وقد ظلمه وحرمه، ففاته انتفاعه بولده، وفوت عليه حظه في الدنيا والاخرة، واذا اعتبرت الفساد في الاولاد رأيت عامته من قبل الاباء.
“Betapa banyak orang yang telah menjadikan anaknya sengsara – buah hatinya sendiri – di dunia dan akhirat, karena ia melalaikannya, meninggalkan pengajaran dan pendidikan akhlak baginya, bahkan membantunya dalam memenuhi syahwatnya. Ia menyangka bahwa ia memuliakan anak itu, padahal ia telah menghinakannya; ia mengira sedang menyayanginya, padahal ia telah menzhaliminya dan merampas haknya. Akhirnya ia kehilangan manfaat dari anaknya, dan si anak pun kehilangan bagiannya di dunia dan akhirat. Jika engkau memperhatikan kerusakan pada anak-anak, engkau akan mendapati bahwa mayoritas kerusakan tersebut berasal dari (kelalaian) orang tua.”
Kelalaian yang dimaksud bukan hanya tidak mengajarkan ilmu dan adab, tetapi juga:
-
- Membiarkan rumah penuh konflik, pertengkaran, dan kekerasan.
- Orang tua sibuk dengan dunia dan gawai (handphone), namun lalai terhadap kondisi hati anak.
- Model pernikahan yang jauh dari teladan Islam namun diharapkan melahirkan anak yang saleh.
4. Hubungan Langsung antara Pernikahan Ideal dan Pendidikan Anak
Dr. ‘Ulwān menjelaskan bahwa pernikahan ideal yang Islami memiliki beberapa karakter yang langsung berdampak pada pendidikan anak:
4.1. Pernikahan yang dibangun atas dasar taqwa
Rumah tangga yang didirikan atas dasar taqwa akan menjadikan:
-
- Tujuan pernikahan: ibadah, menjaga kehormatan, dan membangun generasi saleh.
- Keputusan-keputusan keluarga: selalu mempertimbangkan halal-haram, bukan sekadar untung-rugi duniawi.
- Suasana rumah: penuh dzikir, tilawah, dan ibadah bersama.
- Anak yang tumbuh di lingkungan ini akan melihat agama sebagai jalan hidup, bukan sekadar pelajaran di sekolah.
4.2. Pasangan yang saling menghormati dan bekerjasama dalam tarbiyah
Suami-istri dalam pernikahan ideal bukan sekadar berbagi tugas biologis dan finansial, tetapi juga berbagi beban tarbiyah:
-
- Ayah menjadi qawwām yang memimpin ibadah, disiplin, dan visi hidup keluarga.
- Ibu menjadi madrasah pertama yang melembutkan hati anak dengan kasih sayang dan keteladanan.
Allah Ta‘ālā berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ…
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu…” (QS. at-Taḥrīm: 6)
Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhu menafsirkan ayat ini: “Ajarilah mereka (keluargamu) adab dan ilmu.” Pernikahan yang ideal menjadikan ayat ini sebagai misi bersama, bukan beban sepihak.
4.3. Lingkungan emosional yang stabil bagi anak
Dr. ‘Ulwān dan para pakar tarbiyah menekankan bahwa stabilitas emosional anak sangat dipengaruhi oleh:
-
- Seberapa sering ia mendengar orang tuanya bertengkar.
- Apakah ia melihat ayah lembut kepada ibu, atau justru kasar dan penuh caci maki.
- Apakah rumah terasa “aman” atau penuh ancaman.
Ketika rumah penuh konflik, anak bisa menjadi:
-
- Penakut dan penuh kecemasan.
- Mudah memberontak dan melawan.
- Sulit menerima nasihat karena kehilangan figur yang ia hormati.
Sebaliknya, rumah yang hangat namun tegas, dengan pernikahan yang saling menghormati, akan memudahkan anak menerima aturan, adab, dan nilai-nilai Islam.
5. Panduan Praktis bagi Calon Orang Tua: Menyiapkan Pernikahan yang “Layak” untuk Tarbiyah
Berdasarkan pandangan Dr. ‘Ulwān dan dalil-dalil syar‘i, beberapa poin praktis yang bisa dijadikan panduan:
5.1. Niatkan pernikahan untuk ibadah dan tarbiyah generasi
-
-
Niat yang benar: “Aku menikah agar menjaga diri dari yang haram, menyempurnakan separuh agama, dan menyiapkan rumah bagi lahirnya generasi yang mengenal Allah sejak kecil.”
-
Hindari niat yang hanya berorientasi dunia: status sosial, pelarian dari masalah, atau sekadar gaya hidup.
-
5.2. Prioritaskan agama dan akhlak di atas faktor duniawi
Berpedoman pada hadits:
كَحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya engkau beruntung.” (HR. al-Bukhārī no. 5090, Muslim no. 1466)
ذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Apabila datang kepada kalian (seorang laki-laki) yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. at-Tirmiżī no. 1084)
-
-
Boleh mempertimbangkan kecantikan, nasab, dan harta, tapi jangan mengorbankan kriteria agama dan akhlak.
-
Jangan menolak laki-laki yang baik agama dan akhlaknya hanya karena alasan status sosial, suku, atau gengsi keluarga.
-
5.3. Bangun kesepakatan tarbiyah sejak sebelum menikah
Sebelum akad, sudah seharusnya dibahas:
-
- Bagaimana pola pendidikan anak yang diinginkan: sekolah, hafalan Qur’an, disiplin ibadah.
- Sikap terhadap media digital, pergaulan, dan gaya hidup.
- Komitmen suami-istri untuk saling menguatkan dalam ibadah (qiyamul lail, kajian, tilawah).
5.4. Jadikan rumah sebagai “mini pesantren” yang hangat
Bukan berarti kaku dan tegang, tetapi:
-
- Adanya waktu ibadah keluarga (shalat berjamaah, tilawah bersama).
- Adanya adab-adab Islami yang konsisten (adab makan, berpakaian, berbicara).
- Minim pertengkaran di depan anak; jika terjadi konflik, selesaikan dengan dewasa dan penuh adab.
Kesimpulan
Pernikahan ideal dalam Islam bukan sekadar pertemuan dua insan, tetapi proyek besar peradaban untuk melahirkan generasi yang kuat imannya, lurus akhlaknya, dan sehat jiwanya.
Karena itu:
-
- Pendidikan anak dalam Islam dimulai sejak pemilihan pasangan hidup.
- Kualitas pernikahan—dari niat, pemilihan pasangan, hingga suasana rumah—akan sangat menentukan warna keimanan dan akhlak anak.
- Orang tua yang serius ingin melahirkan anak saleh harus terlebih dahulu menata pernikahan mereka agar sesuai dengan tuntunan syariat.
Semoga Allah menjadikan pernikahan kita sakinah, mawaddah, wa rahmah, dan memberi kita istri, suami, dan anak-anak yang menjadi qurrata a‘yuni dan pemimpin bagi orang-orang bertakwa. Āmīn.
Referensi
-
Dr. ‘Abdullāh Nāṣih ‘Ulwān, Tarbiyat al-Awlād fi al-Islām, 2 jilid, Dār as-Salām li al-Ṭibā‘ah wa an-Nashr wa at-Tawzī‘
- Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Tuḥfat al-Mawdūd bi Aḥkām al-Mawlūd







![Mendidik Anak Belajar dari Luqman Al-Hakim [2] – 6 Nasihat Emas tentang Akhlak, Kesabaran, dan Adab](https://www.albaitu.com/wp-content/uploads/2015/09/Mendidik-Anak-Belajar-dari-Luqman-Al-Hakim-2-6-Nasihat-Emas-tentang-Akhlak-Kesabaran-dan-Adab-324x160.webp)

![Mendidik Anak Belajar dari Luqman Al-Hakim [1] – Nasihat Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an](https://www.albaitu.com/wp-content/uploads/2015/09/Mendidik-Anak-Belajar-dari-Luqman-Al-Hakim-1-Nasihat-Pendidikan-Anak-dalam-Al-Quran-324x160.webp)