Kesalahan Suami 3: Suudzan dan Rasa Curiga Berlebihan kepada Istri

0
8

Kesalahan suami berupa su’udzan (berburuk sangka) dan rasa curiga berlebihan kepada istri adalah salah satu sebab besar keretakan rumah tangga. Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd menyebutnya secara khusus dalam kitab من أخطاء الأزواج (Min Akhtha’i al-Azwāj).


1. Makna Suudzan kepada Istri dan Bentuk-Bentuknya

Secara bahasa, su’udzan berarti berprasangka buruk tanpa dasar yang benar. Dalam konteks suami–istri, itu adalah rasa curiga yang dibangun hanya di atas dugaan, bukan bukti.

Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd menjelaskan bahwa di antara suami ada yang:

    1. Memiliki tabiat gelisah dan jiwa mudah curiga, sehingga selalu melihat perkara dari sisi terburuk.
    2. Menuduh istri dalam masalah amanah harta, misalnya ketika uang kurang, langsung menuduh istri mengambil tanpa bukti.
    3. Mencurigai kehormatan istri hanya karena perilaku yang sebenarnya masih dalam batas wajar, seperti cara berbicara, berpenampilan, atau berinteraksi yang tidak menunjukkan pelanggaran syariat.
    4. Terus-menerus menelpon rumah, mengawasi istri, memeriksa panggilan masuk, bahkan merekam semua percakapan telepon karena takut ada “hubungan terlarang”.
    5. Mencurigai istri jika mendengar klakson mobil atau melihat hal sepele di sekitar rumah seakan pasti itu “kode” dari laki-laki lain.
    6. Sampai menuduh istri hamil dari lelaki lain hanya karena kecurigaan, padahal tidak ada bukti sama sekali.
    7. Beliau menegaskan bahwa semua itu terjadi tanpa dalil yang jelas, melainkan dari godaan setan dan kebodohan jiwa, dan betapa banyak pembunuhan, perceraian, dan kezhaliman terjadi hanya karena prasangka yang ternyata tidak terbukti setelah diteliti

2. Dalil Al-Qur’an tentang Larangan Berprasangka Buruk

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain…” (Al-hujurat: 12)

Ayat ini umum untuk semua kaum muslimin, dan maknanya lebih kuat lagi antara suami dan istri, karena mereka adalah dua orang yang Allah jadikan di antara keduanya mawaddah dan rahmah.


3. Hadits tentang Haramnya Suudzan

3.1. Larangan Keras Berburuk Sangka

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلَا تَحَسَّسُوا، وَلَا تَجَسَّسُوا، وَلَا تَحَاسَدُوا، وَلَا تَدَابَرُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Jauhilah oleh kalian prasangka, karena prasangka adalah sedusta-dustanya ucapan. Jangan saling mencari-cari (aib), jangan saling memata-matai, jangan saling hasad, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhārī no. 6064, dan Muslim no. 2563)

Jika berburuk sangka kepada sesama muslim saja haram, maka lebih haram lagi ketika suami berburuk sangka kepada istri yang hidup bersamanya, menanggung kehormatan dan agamanya.

3.2. Kehormatan Seorang Mukmin dan Kewajiban Husnuzan

Dari Ibn ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, beliau berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَطُوفُ بِالْكَعْبَةِ، وَيَقُولُ: مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ، مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكِ، مَالُهُ وَدَمُهُ، وَأَنْ نَظُنَّ بِهِ إِلَّا خَيْرًا

“Aku melihat Rasulullah ﷺ bertawaf di Ka’bah seraya bersabda: ‘Alangkah harum engkau dan harumnya bau mu, alangkah agung engkau dan agungnya kehormatanmu. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin lebih agung di sisi Allah daripada kehormatanmu: darahnya, hartanya, dan (wajib) berprasangka baik kepadanya.’” (Ibn Mājah dan dinyatakan shahih oleh al-Albānī dalam as-Silsilah ash-Shahīhah no. 3420)

Jika secara umum kita diperintahkan untuk tidak menuduh seorang mukmin kecuali dengan kebaikan, maka istri lebih utama untuk dijaga kehormatannya.


4. Perkataan Ulama tentang Husnuzan (Berprasangka Baik)

Ibn al-Mubārak rahimahullāh berkata,

المؤمن يطلب المعاذير، والمنافق يطلب العثرات

“Seorang mukmin itu mencari-cari alasan (uzur) untuk saudaranya, sedangkan seorang munafik mencari-cari kesalahan mereka.” (Abū Ḥāmid al-Ghazālī, Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn, Dār al-Ma‘rifah, Beirut, juz 3, hal. 36)

Mestinya suami terhadap istrinya lebih pantas menjadi “mukmin yang mencari uzur”, bukan “munafik yang menunggu jatuhnya kesalahan”.


5. Bahaya Suudzan dan Curiga Berlebihan kepada Istri

Berdasarkan penjelasan Syaikh al-Hamd dan para ulama, bahaya suudzan suami kepada istri antara lain:

    1. Menghancurkan rasa aman istri
      Istri hidup dalam tekanan, selalu merasa diawasi, takut salah gerak, sehingga rumah tidak lagi menjadi tempat ketenangan.

    2. Membuka pintu setan
      Setan menunggangi prasangka: sedikit saja peristiwa, langsung dibawa ke skenario paling buruk. Lama-lama suami meyakini hal yang tidak pernah terjadi.

    3. Memicu pertengkaran dan kekerasan
      Curiga buta bisa berujung cekcok, bentakan, bahkan kekerasan fisik atau perceraian—padahal akar masalahnya hanya dugaan.

    4. Merusak kehormatan istri dan hubungan dengan keluarga besar
      Jika suami menuduh istri kepada orang tua, mertua, atau kerabat, maka ia bukan hanya menzhalimi istri tapi juga menebar fitnah.

    5. Menggugurkan banyak amal baik
      Menjaga lisan, kehormatan, dan hati dari suudzan termasuk kewajiban. Prasangka dusta adalah dosa yang bisa menghapus pahala besar jika tidak ditaubati.


6. Batas antara Cemburu yang Terpuji dan Curiga yang Terlarang

Islam memuji cemburu yang wajar (ghirah) yang mendorong suami menjaga istri dari hal-hal haram. Namun:

    1. Husnuzan bukan berarti “tidak punya ghirah sama sekali” dan membiarkan semua yang berbahaya.
    2. Ghirah juga bukan berarti boleh menuduh tanpa bukti, memata-matai terus menerus, atau membaca semua chat istri tanpa alasan syar’i.

Syaikh al-Hamd menegaskan bahwa seorang suami tidak boleh terburu-buru menghukumi istrinya hanya dengan dugaan semata, tetapi harus menimbang dengan tenang, meneliti secara adil, dan menjauhi sikap mengikuti waham (khayalan) dan was-was.


7. Langkah Praktis Mengobati Suudzan dan Kecurigaan Berlebihan

Berikut beberapa langkah praktis yang bisa diambil suami:

7.1. Perkuat Taqwa dan Rasa Murāqabah

Sadari bahwa suudzan tanpa bukti adalah dosa, bukan sekadar “perasaan wajar”. Setiap kali prasangka muncul, ingat ayat dan hadits di atas, lalu lawan dengan istighfar.

7.2. Bedakan antara Fakta dan Perasaan

Tuliskan:

  • Apa fakta yang benar-benar terjadi (sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dibuktikan),

  • dan apa yang sekadar dugaan di dalam hati.

Biasakan bertanya pada diri sendiri:

“Kalau orang lain lakukan hal yang sama, apakah aku pasti menuduhnya juga?”

Jika jawabannya tidak, berarti yang lebih dominan adalah suudzan, bukan ghirah.

7.3. Komunikasi Lembut dan Terbuka dengan Istri

Daripada diam dan menyimpan curiga:

  • Sampaikan kegelisahan dengan kata-kata lembut, bukan nada interogasi.

  • Berikan kesempatan istri menjelaskan, jangan memotong, dan berusaha mencari penjelasan terbaik untuknya sebagaimana nasihat Ibn al-Mubārak.

7.4. Hindari Tajassus yang Tidak Perlu

Menelusuri HP, chat, dan akun istri tanpa alasan syar’i justru memperparah was-was dan kerenggangan hati. Jika ada indikasi kuat pelanggaran (bukan hanya perasaan), gunakan jalur:

    1. Nasihat langsung,
    2. Melibatkan pihak ketiga yang amanah jika perlu,
    3. Tetap menjaga adab dan kehormatan.

7.5. Perbanyak Doa dan Istikharah

Mintalah kepada Allah agar:

    1. Menjaga kehormatan istri,
    2. Membersihkan hati suami dari suudzan,
    3. Menyatukan keduanya di atas mawaddah dan rahmah.

Misalnya dengan banyak membaca:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا


Kesimpulan

Suami yang tenggelam dalam suudzan dan curiga berlebihan kepada istri sedang merusak rumah tangganya dengan tangannya sendiri. Kitab من أخطاء الأزواج mengingatkan kita bahwa:

Kesalahan ini sering bermula dari jiwa yang gelisah dan mudah curiga, kemudian diperparah oleh godaan setan, hingga menjerumuskan pada dosa besar berupa tuduhan tanpa bukti.

Solusinya bukan mematikan ghirah, tetapi mengimbanginya dengan taqwa, husnuzan, komunikasi yang baik, dan sikap tenang dalam menilai keadaan.

Semoga artikel ini membantu para suami untuk lebih bijak menjaga hati, lisannya, dan rumah tangganya.


Referensi

  1. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, من أخطاء الأزواج (Min Akhtha’i al-Azwāj), Dār Ibn Khuzaymah, Riyadh

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Mohon masukkan nama anda di sini