Dalam rumah tangga, hubungan istri dengan mertua dan keluarga suami sering kali menjadi sumber ujian. Padahal, kemuliaan akhlak seorang istri tidak hanya tampak dari caranya memperlakukan suami, tetapi juga dari bagaimana ia menghormati orang tua dan keluarga suaminya.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dalam kitab من أخطاء الزوجات (Min Akhtā’i az-Zaujāt) menyebutkan di antara kesalahan istri adalah tidak memperhatikan dan tidak menghormati kedua orang tua suami, padahal memuliakan mereka termasuk bentuk memuliakan suami itu sendiri.
1. Makna Menghormati Mertua dan Keluarga Suami
Syaikh al-Hamd menyebutkan salah satu kesalahan istri:
عدم مراعاتها لوالدي زوجها، فمن إكرام الزوج إكرام والديه.
“Di antara kesalahan istri adalah tidak memperhatikan kedua orang tua suaminya, padahal termasuk memuliakan suami adalah memuliakan kedua orang tuanya.”
Menghormati mertua bukan berarti istri wajib menaati semua perintah mertua seperti ketaatan kepada suami, namun:
-
- menjaga adab dalam berbicara,
- menghindari sikap kasar, cuek, atau merendahkan,
- tidak memprovokasi suami untuk durhaka kepada orang tuanya,
- membantu merawat hubungan baik antara suami dan keluarganya.
2. Dalil Al-Qur’an: Berbuat Baik kepada Orang Tua dan Kerabat
2.1. Kewajiban berbakti kepada orang tua
Allah Ta‘ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (QS. al-Isrā’ [17]: 23)
Ayat ini menegaskan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua dengan ucapan lembut dan sikap penuh hormat. Istri memang tidak diwajibkan berbakti kepada mertua sebagaimana anak kandung, tetapi menghina atau menyakiti mertua jelas bertentangan dengan ruh ayat ini, dan bisa menyeret suami pada dosa durhaka kepada orang tua.
2.2. Menjaga hubungan kekerabatan (termasuk keluarga suami)
Allah Ta‘ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَّاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (nama)-Nya kalian saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.” (QS. an-Nisā’ [4]: 1)
Keluarga suami, seperti paman, bibi, kakek, dan kerabat lainnya, termasuk bagian dari al-arhām yang diperintahkan untuk dijaga. Seorang istri yang sengaja memutus hubungan suami dengan keluarganya, atau membuat suasana permusuhan, berarti ikut andil dalam dosa memutus silaturahim.
2.3. Perintah berbuat baik kepada kerabat secara umum
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua dan kepada karib kerabat…” (QS. an-Nisā’ [4]: 36)
Keluarga suami termasuk karib kerabat yang harus diperlakukan dengan ihsan.
3. Dalil Hadits: Larangan Memutus Keluarga dan Keutamaan Silaturahim
3.1. Silaturahim sebagai bukti iman
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahim.” (HR. al-Bukhārī no. 6138, dan Muslim no. 47)
Istri yang membantu suami agar tetap baik kepada keluarganya berarti membantu suaminya mengamalkan hadits ini.
3.2. Ancaman bagi pemutus silaturahim
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahim).” (HR. al-Bukhārī no. 5984, dan Muslim no. 2556)
Jika istri sengaja memprovokasi suami agar membenci atau memutus hubungan dengan orang tuanya, dia telah menjadi sebab terjerumusnya suami ke dalam ancaman hadits ini.
4. Perkataan Ulama tentang Adab Istri terhadap Mertua
4.1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd
Di antara penjelasan beliau tentang kesalahan istri:
عدم مراعاتها لوالدي زوجها، فمن إكرام الزوج إكرام والديه.
“Tidak memperhatikan (hak) kedua orang tua suaminya. Padahal termasuk memuliakan suami adalah memuliakan kedua orang tuanya.”
“Tidak memperhatikan (hak) kedua orang tua suaminya. Padahal termasuk memuliakan suami adalah memuliakan kedua orang tuanya.”
4.2. Fatwa ulama tentang hak mertua
Dalam salah satu fatwa, para ulama menjelaskan bahwa istri tidak diwajibkan taat kepada ibu dan ayah suami sebagaimana ia wajib taat kepada suami, dan ia tidak wajib melayani keduanya. Namun:
بل عليها أن تحسن معاملتهما وتكرمهما، وتجتنب الإساءة إليهما في القليل والكثير فإن إكرامهما من إكرام الزوج، والإحسان إليهما إحسان إليه
“Justru istri hendaknya berbuat baik dalam bermuamalah dengan keduanya, memuliakan mereka, dan menjauhi segala bentuk menyakiti mereka, baik sedikit maupun banyak. Sesungguhnya memuliakan keduanya termasuk memuliakan suami; berbuat baik kepada mereka berarti berbuat baik kepada suami.” (islamweb.net)
4.3. Keseimbangan antara hak istri, suami, dan orang tua
Dalam pembahasan lain, Syaikh al-Hamd mengingatkan bahwa syariat datang membawa keseimbangan:
ومن عظمة الشريعة أنها جاءت بأحكام توازن بين عوامل متعددة ودوافع مختلفة
“Di antara agungnya syariat adalah ia datang dengan hukum-hukum yang menyeimbangkan berbagai faktor dan dorongan yang beragam.”
Maka solusi bukan dengan:
-
- istri menguasai suami lalu memusuhkannya dengan orang tua,
-
atau orang tua menekan suami hingga menzhalimi istrinya,
tetapi setiap pihak menunaikan hak dan menjauhi kezhaliman.
5. Bentuk-Bentuk Ketidakhormatan Istri kepada Mertua
Beberapa bentuk sikap yang termasuk kesalahan istri kepada mertua dan keluarga suami, antara lain:
-
Ucapan kasar dan merendahkan
-
Membentak, menyindir, atau mengomentari mertua dengan nada meremehkan.
-
-
Ekspresi wajah yang tidak sopan
-
Cemberut, memelototkan mata, atau menunjukkan kejengkelan jelas di hadapan mertua.
-
-
Membesar-besarkan kekurangan mertua
-
Mengeluh terus menerus kepada suami: “Ibumu begini… keluargamu begitu…”, sehingga menanam kebencian di hati suami.
-
-
Memprovokasi suami untuk menjauh dari orang tuanya
-
Kalimat-kalimat seperti: “Kalau kamu sayang aku, jauhi keluargamu.”
-
-
Memutus komunikasi
-
Menolak ikut berkunjung, tidak mau menerima kehadiran mertua di rumah tanpa alasan syar’i.
-
-
Menghina latar belakang atau kebiasaan keluarga suami
-
Merendahkan ekonomi, gaya hidup, atau tradisi keluarga suami dengan nada merendahkan.
-
Semua ini menunjukkan kurangnya adab dan bisa menjadi sebab kebencian berkepanjangan dalam keluarga besar.
6. Batasan Syariat: Istri Tidak Wajib Melayani Mertua, Tapi Wajib Berakhlak Mulia
Poin penting yang sering disalahpahami:
- Istri tidak wajib taat kepada mertua sebagaimana ia wajib taat kepada suami.
- Istri tidak wajib melayani mertua (memasak, mencuci, dll.) kecuali dengan kerelaannya sendiri. Akan tetapi, memuliakan mereka bagian dari memuliakan suami.
Namun:
- Ia wajib menjaga akhlak: tidak boleh menzalimi, mencaci, menghina, atau sengaja menyakiti.
- Jika ia membantu mertua dengan niat ikhlas, itu adalah amal kebajikan besar dan termasuk bentuk ihsan kepada suami.
- Suami juga tidak boleh memaksa istri pada perkara di luar batas kemampuannya, apalagi jika tinggal satu rumah menimbulkan konflik berat. Dalam pembahasan lain, para fuqaha seperti al-Kāsānī menegaskan hak istri untuk mendapatkan tempat tinggal yang terpisah ketika tinggal bersama keluarga suami justru menimbulkan mudarat dan pertengkaran.
Jadi, garis tengahnya:
- istri berhak dilindungi dari kezhaliman siapa pun,
- tetapi ia tidak boleh menggunakan haknya untuk menjadi kasar dan merusak hubungan suami dengan keluarganya.
Kesimpulan
Tidak menghormati mertua dan keluarga suami adalah kesalahan besar yang sering kali dianggap sepele. Padahal, di balik sikap tersebut ada dampak yang meluas:
- merusak hubungan suami dengan orang tuanya,
- memicu permusuhan keluarga besar,
- menghilangkan banyak keberkahan rumah tangga.
Sebaliknya, istri yang sabar, lembut, dan bijak terhadap mertua akan:
- semakin dicintai suaminya,
- insya Allah mendapat doa baik dari orang tua suami,
- dan menghidupkan sunnah berbakti kepada orang tua serta menyambung silaturahim.
Semoga Allah menjadikan para istri sebagai sebab kebaikan dan kedamaian antara suami dan keluarganya, serta menjaga rumah-rumah kaum muslimin dari perpecahan. Āmīn.
Referensi
-
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, من أخطاء الزوجات (Min Akhtā’i az-Zaujāt), Dār Ibn Khuzaymah, Riyadh
- Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, عقوق الوالدين: أسبابه – مظاهره – سبل العلاج (‘Uqūqu al-Wālidayn: Asbābuhu, Maẓāhiruhu, Subulu al-‘Ilāj)








