Dalam kehidupan rumah tangga, peran istri sangat besar dalam menciptakan ketenangan (sakinah). Namun, salah satu kesalahan yang sering dilakukan sebagian istri adalah mudah marah, kurang bersyukur, dan jarang berterima kasih kepada suaminya.
Sifat seperti ini bisa menimbulkan kegelisahan, merenggangkan hubungan suami-istri, bahkan menjadi sebab hilangnya keberkahan dalam rumah tangga.
Penjelasan Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd
Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd حفظه الله dalam kitabnya من أخطاء الزوجات (Min Akhtha’i az-Zaujāt) menyebutkan:
من أخطاء الزوجات: كثرة الغضب، وقلة الشكر للزوج، وعدم القناعة بما قسم الله لهنّ
“Di antara kesalahan istri adalah sering marah, sedikit bersyukur kepada suami, dan tidak qana‘ah terhadap pembagian rezeki yang Allah tetapkan untuknya.”
(Min Akhtha’i az-Zaujāt, cet. Dārul Waton, hal. 37)
Syaikh al-Hamd menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah terletak pada banyaknya harta atau kemewahan, melainkan pada keridaan hati dan sikap qana‘ah (merasa cukup) terhadap karunia Allah.
Beliau berkata:
إِنَّ السَّعَادَةَ الْحَقَّةَ إِنَّمَا هِيَ بِالرِّضَا وَالْقَنَاعَةِ، وَإِنَّ كَثْرَةَ الْأَمْوَالِ وَالتَّمَتُّعَ بِالْأُمُورِ الْمَحْسُوسَةِ الظَّاهِرَةِ، لَا يَدُلُّ عَلَى السَّعَادَةِ
“Sesungguhnya kebahagiaan yang hakiki hanyalah dengan ridha dan qana‘ah. Banyaknya harta dan kesenangan duniawi yang tampak tidak menunjukkan kebahagiaan yang sejati.”
(Min Akhtha’i az-Zaujāt, hal. 38)
Makna Qana‘ah dan Pentingnya Bersyukur
Qana‘ah (القناعة) berarti menerima dengan lapang dada pembagian rezeki dari Allah, tanpa merasa kurang atau iri kepada orang lain.
Istri yang qana‘ah akan selalu berterima kasih atas setiap pemberian suami, sekecil apa pun, karena ia yakin bahwa setiap nikmat datang dari Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan memandang seorang istri yang tidak berterima kasih kepada suaminya, padahal ia masih membutuhkan suaminya.”
(HR. Al-Hakim, no. 2786; dihasankan oleh Al-Albani)
Istri yang tidak bersyukur mudah lupa terhadap kebaikan suaminya, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ… تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ
“Wahai para wanita, bersedekahlah, karena aku melihat kalian adalah penghuni neraka yang paling banyak… (penyebabnya) kalian banyak melaknat dan tidak berterima kasih kepada suami.”
(HR. Bukhari no. 29, Muslim no. 907)
Nikmat Akan Bertambah dengan Syukur
Syaikh al-Hamd menekankan bahwa rasa syukur adalah kunci bertambahnya nikmat dan keberkahan rumah tangga.
Allah ﷻ berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. إبراهيم [Ibrāhīm]: 7)
Keterangan:
Seorang istri yang bersyukur dan memuji suaminya akan mendapatkan tambahan keberkahan dari Allah, baik berupa ketenangan hati, kecukupan rezeki, maupun kasih sayang dalam keluarga.
Nasihat untuk Para Istri
-
Jauhilah amarah yang meledak-ledak — karena amarah hanya memperburuk keadaan dan menghilangkan cinta.
-
Biasakan berterima kasih kepada suami, sekecil apa pun pemberiannya.
-
Tumbuhkan qana‘ah, karena rezeki sudah diatur Allah sesuai hikmah-Nya.
-
Bersyukurlah dalam setiap keadaan, bahkan ketika diuji.
Syaikh al-Hamd memberikan pesan yang indah:
“Istri yang cerdas akan menahan amarah, bersabar atas takdir Allah, dan selalu memuji-Nya atas segala keadaan.”
⚖️ Kesimpulan
| Poin Utama | Penjelasan |
|---|---|
| Kesalahan istri | Sering marah, kurang bersyukur, tidak qana‘ah |
| Sumber kebahagiaan | Ridha dan qana‘ah, bukan harta dunia |
| Akibat buruk | Hilangnya keberkahan rumah tangga |
| Solusi | Syukur, kesabaran, dan memuji suami atas kebaikannya |
Referensi Lengkap:
-
من أخطاء الزوجات (Min Akhtha’i az-Zaujāt) — Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, cet. Dārul Waton, Riyadh, hal. 37–39.
-
Sahih Al-Bukhari, no. 29.
-
Sahih Muslim, no. 907.
-
Al-Mustadrak ‘ala As-Sahihain, no. 2786 — Al-Hakim.
-
Al-Qur’an, QS. Ibrāhīm: 7.






