Di bagian sebelumnya dari pembahasan Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrān al-Ilhād karya Imām ash-Shan‘ānī, kita telah melihat bagaimana beliau menekankan tauhid ulūhiyyah sebagai inti misi para rasul dan pembagian ibadah menurut beliau. Pada lanjutan ini, fokus diarahkan kepada jenis-jenis ibadah yang sangat sering diselewengkan: doa, nadzar, dan sembelihan.
1. Doa: Inti Ibadah yang Harus Murni untuk Allah
1.1 Dalil dari al-Qur’an
Allah Ta‘ālā berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِيٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina’.” (QS. Ghāfir: 60)
Ayat ini mengaitkan doa dengan “‘ibādahī” (ibadah kepada-Ku). Artinya, meninggalkan doa kepada Allah atau memalingkan doa kepada selain-Nya termasuk bentuk kesombongan dalam ibadah.
1.2 Hadits: “Doa adalah Ibadah”
Rasulullah ﷺ bersabda, dari an-Nu‘mān bin Basyīr radhiyallāhu ‘anhumā:
إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ، ثُمَّ قَرَأَ: وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِيٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Sesungguhnya doa itu adalah ibadah, kemudian beliau membaca ayat: ‘Dan Rabb kalian berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagi kalian…’.”
(HR. Abu Dāwud no. 1479, at-Tirmidzī no. 2969, 3247, dan Ibnu Mājah no. 3828)
1.3 Penjelasan Ulama
Syaikhul Islām Ibn Taimiyyah rahimahullāh menjelaskan definisi ibadah yang mencakup doa di dalamnya:
العبادة اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الباطنة والظاهرة
“Ibadah adalah nama yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai Allah, berupa ucapan dan perbuatan, yang batin maupun lahir.”
Dari definisi ini, doa—baik doa permohonan (du‘ā’ mas’alah) maupun doa pujian dan ketundukan (du‘ā’ ‘ibādah)—adalah bagian inti dari ibadah. Karena itu, memohon kepada wali, nabi yang telah wafat, penghuni kubur, jin, atau makhluk apa pun dalam perkara yang hanya mampu ditunaikan Allah adalah bentuk ibadah kepada selain Allah; inilah yang ditekankan ash-Shan‘ānī dalam Tathīrul I‘tiqād.
2. Nadzar: Janji Ketaatan yang Hukumnya Ibadah
2.1 Dalil dari al-Qur’an
Allah Ta‘ālā menyebut ciri hamba-Nya yang shalih:
يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًا
“Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. al-Insān: 7)
Ayat ini menunjukkan bahwa menunaikan nadzar merupakan bentuk ibadah yang mulia. Karena nadzar adalah komitmen seorang hamba untuk melakukan ketaatan kepada Allah, ia tidak boleh ditujukan kepada selain-Nya.
3. Sembelihan: Syiar Tauhid yang Paling Jelas
3.1 Dalil dari al-Qur’an
Allah Ta‘ālā berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ.
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkurbanlah.” (QS. al-Kautsar: 2)
Ayat lain yang sangat tegas:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ ٱلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama berserah diri (muslim).” (QS. al-An‘ām: 162–163)
3.2 Hadits: Laknat untuk yang Menyembelih Selain Allah
Dari ‘Alī bin Abī Thālib radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَهُ، وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ، وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الْأَرْضِ
“Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya; Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah; Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kejahatan; dan Allah melaknat orang yang mengubah batas tanah.” (HR. Muslim hadits no. 1978)
Imam an-Nawawī rahimahullāh menjelaskan bahwa yang dimaksud “ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ” ialah menyembelih dengan niat taqarrub kepada selain Allah; seperti untuk berhala, salib, nabi, wali, atau kuburan. Ini adalah perbuatan haram yang jika disertai keyakinan pengagungan dan ibadah kepada selain Allah, maka termasuk syirik besar.
4. Ibadah Hanya Sah Jika Semua Jenisnya untuk Allah
Dalam Tathīrul I‘tiqād, ketika membahas tauhid ibadah, ash-Shan‘ānī rahimahullāh menyatakan dengan sangat jelas:
«فإفراد الله تعالى بتوحيد العبادة لا يتم إلا بأن يكون الدعاء كله له، والنداء في الشدائد والرخاء لا يكون إلا لله وحده، والاستغاثة والاستعانة بالله وحده، واللجأ إلى الله، والنذر، والنحر له تعالى…»
“Mengesakan Allah Ta‘ālā dalam tauhid ibadah tidak akan sempurna kecuali bila seluruh doa adalah hanya untuk-Nya; seruan dalam kondisi sempit maupun lapang hanya ditujukan kepada Allah semata; istighātsah dan permohonan pertolongan hanya kepada Allah semata; kembali dan berlindung hanya kepada-Nya; nadzar dan sembelihan pun hanya untuk-Nya.”
Dari pernyataan ini, tampak dengan gamblang bahwa ash-Shan‘ānī memasukkan doa, istighātsah, isti‘ānah, nadzar, dan sembelihan sebagai satu paket besar dalam tauhid ulūhiyyah. Barang siapa memalingkan sebagian saja dari amalan itu kepada selain Allah, maka ia telah merusak keikhlasan tauhid ibadah.
Syaikh ‘Abdul ‘Azīz ar-Rājihī hafizhahullāh ketika mensyarah perkataan ash-Shan‘ānī tersebut menjelaskan bahwa banyak orang tertipu dengan merasa cukup shalat dan puasa, namun tetap berdoa kepada penghuni kubur, bernadzar untuk wali, atau menyembelih hewan di sisi makam. Beliau menegaskan bahwa:
«ليست العبادة منحصرة في الصلاة، إنما العبادة أنواع كثيرة، فمنها: الدعاء، والذبح، والنذر، والاعتقاد…»
“Ibadah itu tidak terbatas pada shalat saja. Ibadah itu banyak jenisnya; di antaranya: doa, sembelihan, nadzar, dan keyakinan.”
Artinya, seorang yang:
-
- Shalat untuk Allah,
- Namun berdoa kepada wali,
- Bernadzar untuk kuburan,
- Menyembelih sesajen untuk jin,
maka ia bukan hanya melakukan dosa besar; tetapi telah memecah ibadah antara Allah dan selain-Nya, dan inilah hakikat syirik yang dijelaskan di dalam Tathīrul I‘tiqād.
Kesimpulan
Dari dalil-dalil dan penjelasan ulama di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa prinsip pokok yang ditekankan ash-Shan‘ānī dan para pensyarahnya:
-
-
Tauhid ibadah mencakup seluruh jenis ibadah, bukan hanya shalat atau dzikir.
-
Doa (meminta, memohon, istighātsah) adalah inti ibadah; memalingkannya kepada selain Allah adalah syirik.
-
Nadzar adalah janji ketaatan untuk Allah; nadzar kepada selain-Nya adalah ibadah kepada selain Allah.
-
Sembelihan adalah syiar tauhid; menyembelih dengan tujuan mendekatkan diri kepada makhluk (jin, wali, kubur, berhala) adalah bentuk kesyirikan.
-
Seorang hamba tidak dianggap merealisasikan tauhid ulūhiyyah sampai ia mengikhlaskan seluruh jenis ibadah ini hanya untuk Allah semata.
-
Semoga Allah Ta‘ālā memurnikan akidah kita, menjauhkan kita dari segala bentuk syirik, dan menutup hidup kita di atas kalimat lā ilāha illallāh.
Referensi
- Al-Imam Muhammad bin Isma‘il Al-Amir Ash-Shan‘ani, Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Riyadh: Ar-Ri’āsah Al-‘Āmmah lil-Buḥūts Al-‘Ilmiyyah wal-Iftā’
- Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan, Sabīlur Rasyād fī Syarh Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Dār Ibn Al-Jawzī
- Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rājihī, Tawfīq Rabbil ‘Ibād fī Syarh Kitāb Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād liṣ-Ṣan‘ānī, Dār Ibn Al-Jawzī









