Kitab Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād karya al-Imām Muḥammad bin Ismā‘īl al-Amīr ash-Shan‘ānī adalah risalah ringkas namun sangat padat tentang pemurnian akidah. Di awal kitab, beliau meletakkan beberapa “uṣūl” (pokok) yang menjadi fondasi akidah seorang muslim.
Uṣūl pertama yang beliau sebut adalah: seluruh yang ada dalam Al-Qur’an adalah kebenaran mutlak; tidak ada kebatilan di dalamnya. Inilah tema besar artikel pertama dari seri:
1. Teks Uṣūl Pertama dalam Tathīrul I‘tiqād
Di antara kalimat penting yang ditulis ash-Shan‘ānī rahimahullāh ketika memulai uṣūl pertama adalah:
ان كل ما في القران فهو حق لا باطل وصدق لا كذب وهدى لا ضلالة
Bahwasanya segala sesuatu yang ada di dalam Al-Qur’an adalah hak (benar) tidak ada kebatilan di dalamnya; benar tidak ada kedustaan padanya; petunjuk tidak ada kesesatan padanya.
Syaikh ‘Abdul ‘Azīz ar-Rājihī menjelaskan bahwa kalimat ini adalah pokok akidah yang paling dasar:
هذا الاصل اصل لا يتم اسلام احد ولا ايمانه الا بالاقرار به
Pokok ini adalah pokok yang tidak akan sempurna Islam dan iman seseorang kecuali dengan mengakui dan membenarkannya
Artinya: siapa yang ragu dengan kebenaran Al-Qur’an atau meyakini bahwa di dalamnya ada kebatilan, ia telah meruntuhkan fondasi imannya sendiri.
2. Dalil Al-Qur’an: Tidak Ada Kebatilan di Dalamnya
a. Al-Qur’an tidak mungkin mengandung kontradiksi
Allah Ta‘ālā berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an? Seandainya (Al-Qur’an) itu dari selain Allah, niscaya mereka akan menemukan di dalamnya banyak pertentangan.” (QS. An-Nisā’: 82)
Ayat ini menegaskan bahwa ketiadaan kontradiksi internal adalah bukti bahwa Al-Qur’an berasal dari Allah dan seluruh isinya adalah kebenaran.
b. Kebatilan tidak akan pernah menyentuh Al-Qur’an
Allah Ta‘ālā berfirman:
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
“Yang tidak didatangi kebatilan dari depan dan dari belakangnya; (Al-Qur’an itu) diturunkan dari (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fuṣṣilat: 42)
c. Al-Qur’an adalah petunjuk yang paling lurus
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang beramal saleh bahwa bagi mereka ada pahala besar.” (QS. Al-Isrā’: 9)
Karena itu, dalam akidah, tidak ada yang lebih lurus daripada Al-Qur’an: ia menjadi neraca untuk mengukur setiap keyakinan, pemikiran, dan manhaj.
3. Keterangan Ulama: Implikasi Iman kepada Kebenaran Al-Qur’an
Para ulama dalam syarah Sabīlur Rashād dan Tawfīqu Rabbil ‘Ibād menjelaskan bahwa uṣūl pertama ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam akidah.
3.1. Wajib membenarkan seluruh berita gaib dalam Al-Qur’an
Segala berita tentang:
- Nama dan sifat Allah
- Para malaikat
- Hari Kiamat
- Surga dan Neraka
- Kisah para rasul dan umat terdahulu
semuanya benar dan pasti, walaupun akal tidak mampu menjangkau hakikatnya secara rinci.
Kaedah: “Berita gaib dalam Al-Qur’an wajib diterima sebagaimana adanya, tanpa mengingkari dan tanpa menyelewengkan makna.”
3.2. Wajib menerima seluruh hukum Al-Qur’an
Begitu pula seluruh hukum yang Allah turunkan dalam Al-Qur’an—baik terkait:
- ibadah,
- muamalah,
- hudūd (hukuman),
- hukum keluarga,
-
maupun adab dan akhlak—
semuanya adalah kebenaran yang paling adil dan paling bijak. Menolak satu saja hukum Allah karena tidak suka atau menganggapnya tidak relevan adalah bentuk bahaya besar dalam akidah.
3.3. Mengingkari kebenaran Al-Qur’an adalah kekufuran
Syaikh ‘Abdul ‘Azīz ar-Rājihī menegaskan dalam syarah beliau Tawfīqu Rabbil ‘Ibād, ketika menjelaskan uṣūl pertama:
من اعتقد ان في القران باطلا فقد كفر باجماع المسلمين
“Barangsiapa meyakini bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat kebatilan, maka ia kafir dengan kesepakatan kaum muslimin.”
Ini adalah batas tegas:
4. Sunnah Menegaskan Kebenaran dan Keutamaan Al-Qur’an
4.1. Hadits tentang berpegang teguh kepada Al-Qur’an
Nabi ﷺ bersabda:
إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابَ اللَّهِ
“Aku sungguh telah meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang kalian tidak akan tersesat setelahnya, jika kalian berpegang teguh dengannya: yaitu Kitabullah
4.2. Hadits tentang Al-Qur’an dan as-Sunnah
Nabi ﷺ juga bersabda:
أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ingatlah, aku telah diberikan Al-Qur’an dan yang semisal dengannya bersamanya (yaitu As-Sunnah).”
5. Al-Qur’an sebagai Tolak Ukur Akidah
5.1. Seluruh akidah harus ditimbang dengan Al-Qur’an
Dalam Sabīlur Rashād, Syaikh al-Fawzān menjelaskan bahwa setiap keyakinan tentang Allah, nama dan sifat-Nya, perkara gaib, dan masalah ibadah, wajib dikembalikan dahulu kepada nash-nash Al-Qur’an sebelum yang lain.
Karena itu, madzhab akidah yang benar adalah:
5.2. Kedudukan uṣūl pertama dalam iman
Dalam Tawfīqu Rabbil ‘Ibād, Syaikh ar-Rājihī menekankan bahwa uṣūl pertama ini:
-
- Termasuk “ḍarūriyyāt ad-dīn” – hal yang diketahui secara pasti dalam agama.
- Tanpa keyakinan ini, Islam seseorang tidak sah.
- Mengingkari kebenaran Al-Qur’an dalam satu sisi saja – misalnya berita tentang azab kubur, nikmat surga, atau sifat-sifat Allah – bisa menyeret kepada syirik besar atau kufur jika dilakukan dengan sengaja dan sadar.
Hal ini menjelaskan bahwa:
6. Implikasi Praktis: Apa Artinya “Al-Qur’an adalah Kebenaran Mutlak” bagi Kita?
6.1. Dalam memahami akidah
-
- Kita tidak boleh membangun aqidah hanya di atas logika, filsafat, perasaan, atau mimpi.
- Semua keyakinan pokok harus ada landasan ayat yang jelas, lalu dijelaskan dengan sunnah yang sahih dan penjelasan ulama Ahlus Sunnah.
6.2. Dalam menyikapi syubhat dan keraguan
Jika ada syubhat seperti:
-
- “Ayat ini bertentangan dengan sains modern.”
- “Ayat ini tidak relevan dengan zaman sekarang.”
- “Cerita nabi dalam Al-Qur’an sekadar simbol, bukan fakta.”
Maka seorang mukmin mengembalikan semua itu kepada kaidah uṣūl pertama:
Al-Qur’an pasti benar.
Jika tampak “benturan”, berarti:
-
- pemahaman kita yang kurang, atau
- data ilmiah yang belum lengkap, atau
- teori yang belum pasti.
Penutup
Uṣūl pertama dalam Tathīrul I‘tiqād—bahwa “segala yang ada di dalam Al-Qur’an adalah kebenaran mutlak”—adalah fondasi seluruh akidah.
- Tanpa membenarkan Al-Qur’an secara total, Islam dan iman tidak akan tegak.
- Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai tolak ukur setiap keyakinan, kita akan selamat dari banyak sekali bentuk kesyirikan, kebid’ahan, dan pemikiran modern yang menyimpang.
Referensi
- Al-Imam Muhammad bin Isma‘il Al-Amir Ash-Shan‘ani, Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Riyadh: Ar-Ri’āsah Al-‘Āmmah lil-Buḥūts Al-‘Ilmiyyah wal-Iftā’
- Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan, Sabīlur Rasyād fī Syarh Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Dār Ibn Al-Jawzī
- Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rājihī, Tawfīq Rabbil ‘Ibād fī Syarh Kitāb Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād liṣ-Ṣan‘ānī, Dār Ibn Al-Jawzī