Tathīrul I‘tiqād (2): Misi Para Rasul Adalah Tauhid Uluhiyyah

0
6

Dalam kitab Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, al-Imām ash-Shan‘ānī rahimahullāh menjelaskan beberapa “al-uṣūl” (pokok-pokok) akidah yang wajib dipahami setiap muwahhid. Setelah pada pokok pertama beliau menegaskan bahwa seluruh isi Al-Qur’an adalah kebenaran yang pasti, pada pokok kedua beliau mengingatkan bahwa seluruh rasul diutus dengan satu misi utama: mengajak manusia mentauhidkan Allah dalam ibadah (tauhid ulūhiyyah).


1. Tauhid Ulūhiyyah: Inti Dakwah Semua Rasul

Ash-Shan‘ānī menjelaskan bahwa pokok kedua yang wajib diketahui oleh setiap muwahhid adalah: para rasul tidak diutus untuk sekadar mengajarkan bahwa Allah adalah Pencipta (tauhid rubūbiyyah), karena hal itu sudah diakui oleh kaum musyrikin. Mereka diutus untuk menegakkan tauhid ulūhiyyah — yaitu mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepada Allah semata.

Beliau berkata:

ان رسل الله وانبياءه من اولهم الى اخرهم بعثوا لدعاء العباد الى توحيد الله بتوحيد العبادة

“Sesungguhnya para rasul Allah dan para nabi-Nya, dari yang pertama hingga yang terakhir, diutus untuk mengajak hamba-hamba kepada tauhid kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya dalam ibadah.”

Dalam lanjutan ucapannya, ash-Shan‘ānī menegaskan makna lā ilāha illallāh sebagai inti dakwah para rasul:

فانما دعت الرسل اممها الى قول هذه الكلمة واعتقاد معناها لا مجرد قولها باللسان ومعناها افراد الله بالالوهية والعبادة والنفي لما يعبد من دونه والبراءة منه

“Sesungguhnya para rasul mengajak umat-umat mereka kepada ucapan kalimat ini (lā ilāha illallāh) dan keyakinan terhadap maknanya, bukan sekadar mengucapkannya dengan lisan saja. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam ulūhiyyah dan ibadah, meniadakan segala yang disembah selain-Nya, dan berlepas diri darinya.”

Inilah tauhid ulūhiyyah: mengesakan Allah dalam segala bentuk ibadah — doa, nadzar, tawakal, isti‘ādzah, istighātsah, sembelihan, sujud, dan selainnya.


2. Dalil Al-Qur’an: Semua Rasul Mengajak kepada Ibadah Hanya kepada Allah

Pokok kedua dalam Tathīrul I‘tiqād dibangun di atas ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat jelas. Ash-Shan‘ānī menyebutkan lafaz umum para nabi ketika berdakwah kepada kaumnya, seperti ucapan Nabi Nūḥ, Hūd, Ṣāliḥ, dan lainnya:

يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan (yang benar) bagi kalian selain-Nya.” (Al-A‘rāf: 59)

Demikian pula Allah menegaskan bahwa semua rasul memiliki misi tauhid yang sama:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (wahai Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang benar) selain Aku, maka sembahlah Aku.’” (Al-Anbiyā’: 25)

Ayat lain yang menegaskan misi tauhid ulūhiyyah:

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَ

“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah dan jauhilah ṭāghūt.’” (An-Naḥl: 36)

Ayat-ayat ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa:

    1. Isi dakwah semua rasul sama: ibadah hanya kepada Allah.
    2. Mereka tidak sekadar mengabarkan rubūbiyyah Allah, tetapi memerangi syirik ulūhiyyah: menyembah selain Allah bersama Allah.


3. Hadits: Hak Allah atas Hamba Adalah Tauhid

Hadits Mu‘ādz bin Jabal radhiyallāhu ‘anhu menjelaskan hubungan langsung antara misi dakwah para rasul dan hak Allah atas hamba-Nya:

فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى العِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Sesungguhnya hak Allah atas para hamba adalah bahwa mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim)

Hadits ini:

  • Menegaskan bahwa inti hak Allah atas hamba adalah tauhid ulūhiyyah,
  • Sejalan dengan ayat-ayat yang menjelaskan misi para rasul,
  • Menjadi dasar kuat bahwa syirik adalah pelanggaran terbesar terhadap hak Allah.

4. Penjelasan Ash-Shan‘ānī: Rasul Diutus untuk Mengokohkan Tauhid Ulūhiyyah

Dalam kelanjutan pembahasan, ash-Shan‘ānī membedakan antara:

  • Tauhid rubūbiyyah: mengakui Allah sebagai Pencipta, Pemilik, dan Pemberi rezeki.
  • Tauhid ulūhiyyah (ibādah): mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepada Allah.

Beliau berkata:

توحيد الربوبية والخالقية والرازقية ونحوها معناه ان الله وحده هو الخالق للعالم وهو الرب لهم والرازق لهم وهذا لا ينكره المشركون… وتوحيد العبادة معناه افراد الله وحده بجميع انواع العبادات… فالرسل عليهم السلام بعثوا لتقرير الاول ودعاء المشركين الى الثاني

“Tauhid rubūbiyyah, penciptaan, pemberian rezeki, dan semisalnya maknanya bahwa Allah semata adalah Pencipta alam, Rabb mereka, dan Pemberi rezeki mereka. Hal ini tidak diingkari oleh kaum musyrikin… Adapun tauhid ibadah, maknanya adalah mengikhlaskan Allah saja dalam semua jenis ibadah… Maka para rasul ‘alaihimus-salām diutus untuk menegaskan yang pertama dan mengajak kaum musyrikin kepada yang kedua.”

Dari penjelasan ini:

  1. Kaum musyrikin tidak menyangkal rubūbiyyah Allah.
  2. Namun mereka jatuh dalam syirik ulūhiyyah, yaitu menyembah selain Allah sebagai perantara atau pemberi syafaat.
  3. Karena itulah misi para rasul adalah memindahkan manusia dari sekadar pengakuan rubūbiyyah menuju pengamalan tauhid ulūhiyyah dalam ibadah.


5. Penjelasan Syaikh Shalih bin Fauzan dan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rājihī

Dalam Sabīlur Rasyād fī Syarh Tathīril I‘tiqād, Syaikh Ṣāliḥ bin Fawzān al-Fauzān menjelaskan bahwa tauhid yang menjadi inti dakwah para rasul adalah tauhid uluhiyyah, bukan sekadar tauhid rububiyyah.

التوحيد هو افراد الله بالعبادة، التوحيد الذي دعت اليه الرسل، كل رسول اول ما يقوله لقومه يا قوم اعبدوا الله ما لكم من اله غيره

“Tauhid adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Itulah tauhid yang para rasul dakwahkan; setiap rasul, ucapan pertama yang ia sampaikan kepada kaumnya adalah: ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada bagi kalian sesembahan selain Dia.’

Dari penegasan ini, tampak jelas bahwa menurut Syaikh al-Fauzān:

  • Tauhid yang menjadi misi para rasul adalah tauhid uluhiyyah (ibadah),
  • dan kalimat dakwah para rasul yang berulang di dalam Al-Qur’an adalah:

    يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

Dalam Tawfīq Rabbil ‘Ibād fī Syarh Kitāb Tathīril I‘tiqād, Syaikh ‘Abdul-‘Azīz bin ‘Abdillāh ar-Rājihī menjelaskan pokok kedua dengan sangat gamblang.

ومن هذا تعرف ان التوحيد الذي دعتهم اليه الرسل من اولهم وهو نوح عليه السلام الى اخرهم وهو محمد صلى الله عليه وسلم هو توحيد العبادة

“Dari sini engkau mengetahui bahwa tauhid yang diajakkan para rasul kepada umat mereka, dari yang pertama yaitu Nuh ‘alaihissalām sampai yang terakhir yaitu Muhammad ﷺ, adalah tauhid ibadah.

kemudian Syaikh ar-Rājihī mengutip atsar dari Ibn ‘Abbās tentang masa antara Nabi Ādam dan Nabi Nūḥ:

كان بين ادم ونوح عشرة قرون كلهم على التوحيد ثم اختلفوا فوقع الشرك فبعث الله نوحا

“Telah ada antara Ādam dan Nūḥ sepuluh generasi, semuanya di atas tauhid. Lalu mereka berselisih, maka terjadilah kesyirikan, lalu Allah mengutus Nūḥ.”

Penjelasan ini menunjukkan:

  1. Awalnya seluruh manusia berada di atas tauhid,
  2. Kesyirikan muncul belakangan ketika manusia mulai berlebih-lebihan terhadap orang-orang saleh,
  3. Maka Allah mengutus para rasul — dimulai dari Nūḥ ‘alaihissalām — untuk mengembalikan manusia kepada tauhid ibadah

Kesimpulan

Dari paparan ash-Shan‘ānī dan para pensyarahnya, ada beberapa pelajaran penting:

1. Misi utama para rasul adalah tauhid ulūhiyyah.

    • Mereka tidak hanya membawa berita tentang adanya Allah, tetapi memerintahkan agar seluruh ibadah hanya untuk-Nya.
  1. Sekedar mengakui Allah sebagai Pencipta belum cukup.

    • Karena orang musyrik Quraisy juga mengakui Allah sebagai Pencipta dan Pemberi rezeki, namun tetap disebut musyrik karena mereka menyembah selain Allah.

  2. Makna kalimat lā ilāha illallāh harus dipahami dan diamalkan.

    • Bukan sekedar ucapan lisan, tetapi:

      • Menafikan seluruh sesembahan selain Allah,

      • Menetapkan ibadah hanya untuk Allah.

  3. Segala bentuk ibadah kepada selain Allah adalah syirik ulūhiyyah.

    • Memohon kepada wali yang telah meninggal,

    • Menyembelih untuk jin atau kuburan,
    • Tawasul dengan cara yang tidak disyari’atkan,
      semuanya termasuk dalam hal-hal yang dikritik keras oleh ash-Shan‘ānī dalam kitab ini.
  4. Mempelajari kitab-kitab tauhid salaf sangat penting di zaman maraknya kesyirikan modern.

    • Termasuk di dalamnya Tathīrul I‘tiqād dan syarah-syarahnya, karena ia menjelaskan secara ilmiah sekaligus praktis bentuk-bentuk syirik di tengah kaum muslimin


Penutup

Pokok kedua dalam Tathīrul I‘tiqād mengingatkan kita bahwa dakwah para rasul adalah satu: mengajak manusia agar:

  1. Mengikhlaskan seluruh ibadah hanya kepada Allah,
  2. Meninggalkan segala bentuk penyembahan kepada selain-Nya,
  3. Serta benar-benar memahami makna lā ilāha illallāh secara ilmiah dan amali.

Memahami tauhid ulūhiyyah bukan sekadar wacana, tetapi pondasi keselamatan di dunia dan akhirat. Tanpa tauhid ini, tidak sah amal seorang hamba, dan ia terancam dengan ancaman yang sangat berat dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, mengikuti jalan para rasul, dan menjauhi seluruh bentuk syirik, baik yang besar maupun yang halus. Āmīn.


Referensi

  1. Al-Imam Muhammad bin Isma‘il Al-Amir Ash-Shan‘ani, Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Riyadh: Ar-Ri’āsah Al-‘Āmmah lil-Buḥūts Al-‘Ilmiyyah wal-Iftā’
  2. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan, Sabīlur Rasyād fī Syarh Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Dār Ibn Al-Jawzī
  3. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rājihī, Tawfīq Rabbil ‘Ibād fī Syarh Kitāb Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād liṣ-Ṣan‘ānī, Dār Ibn Al-Jawzī

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Mohon masukkan nama anda di sini