Kesalahan Istri 1: Terlalu Menuntut Kesempurnaan dalam Rumah Tangga

0
46

Dalam risalah من أخطاء الزوجات karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, kesalahan pertama yang beliau sebutkan adalah:

المبالغة في طلب الكمال

berlebihan dalam menuntut kesempurnaan.

Beliau menggambarkan sebagian istri yang:

فهناك من الزوجات من ترف في الخيال، وتبالغ في طلب الكمال؛ تظن أن الزواج جنة الفردوس التي لا نصب فيها، ولا عناء، ولا مشقة

“Ada istri-istri yang tenggelam dalam khayalan dan berlebihan menuntut kesempurnaan; mereka mengira pernikahan itu seperti surga Firdaus yang tanpa letih, tanpa payah, dan tanpa kesulitan.”

Padahal, rumah tangga adalah ladang ibadah yang dipenuhi tanggung jawab, ujian, dan kerja sama, bukan panggung drama sempurna seperti film dan media sosial. Dari sinilah muncul banyak kekecewaan, pertengkaran, bahkan penyesalan memilih pasangan.


1. Ketika Pernikahan Dianggap Harus “Tanpa Cacat”

Syaikh al-Hamd memaparkan bahwa sebagian istri memasuki pernikahan dengan bayangan berlebihan:

فهي تتصور أن الزواج لابد أن يكون هكذا دون صعوبات، أو عقبات، أو مشكلات

“Ia membayangkan pernikahan harus berjalan demikian (indah), tanpa kesulitan, tanpa rintangan, tanpa problem.”

Begitu berhadapan dengan kenyataan—bangun pagi menyiapkan kebutuhan rumah, mengasuh anak, membantu urusan suami, menghadapi karakter pasangan—tiba-tiba ia merasa:

    • “Kayaknya aku salah pilih suami…”
    • “Rumah tangga ternyata melelahkan, tidak seperti di drama.”

Beliau menyebut sebab utamanya antara lain:

ومن أسبابه ضعف التربية، والإفراط في ترفيه الفتاة، والجهل بواقع الحياة الزوجية

“Di antara sebabnya adalah lemahnya pendidikan, berlebih dalam memanjakan anak perempuan, dan kurang memahami realita kehidupan rumah tangga.”

Dan juga:

ومن أعظم أسبابه ما تروِّج به بعض القصص الخيالية، أو المسلسلات التلفازية، أو الأفلام السينمائية؛ حيث تصور الحياة الزوجية على أنها خالية من أي مشكلة

“Di antara sebab terbesarnya adalah propaganda sebagian cerita fiksi, sinetron, dan film yang menggambarkan kehidupan rumah tangga seolah tanpa masalah sama sekali.”

Akibatnya, ketika ia masuk ke rumah tangga yang nyata, muncul benturan:

فإذا دخلت الزوجة عُشَّ الزوجية كذَّب الحبرُ الخبرَ، وفوجئت بما لم يخطر لها ببال

“Saat istri memasuki sarang rumah tangga, tinta membantah berita, ia dikejutkan oleh kenyataan yang dulu tak pernah terlintas di benaknya.”


2. Realita Syariat: Hidup Memang Penuh Ujian, Bukan Panggung Sempurna

2.1. Al-Qur’an: Manusia Diciptakan dalam Kepayahan

Allah Ta’ala berfirman:

 لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ 

“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam susah payah.” (QS. Al-Balad [90]: 4)

Para mufassir menjelaskan: الكَبَد adalah kesulitan, lelah, dan perjuangan dalam hidup. Tidak ada fase hidup yang steril dari masalah—including fase pernikahan.

Jadi, menuntut rumah tangga tanpa lelah dan tanpa masalah berarti menuntut sesuatu yang bertentangan dengan sunnatullah pada kehidupan manusia itu sendiri.

2.2. Al-Qur’an: Boleh Jadi yang Tidak Disukai Justru Banyak Kebaikannya

Dalam ayat tentang perlakuan terhadap istri, Allah Ta’ala berfirman:

 وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا 

“Bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 19)

Ayat ini mengajarkan cara pandang yang seimbang:

    • Ketidaksukaan terhadap satu sisi pasangan
    • Tidak boleh menutup mata dari banyak sisi kebaikan yang lain.

Menuntut kesempurnaan adalah kebalikan dari ayat ini: hanya fokus pada kekurangan, lupa semua kebaikan.


3. Hadits: Tidak Ada Pasangan Tanpa Kekurangan

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Seorang mukmin (suami) jangan membenci seorang mukminah (istrinya). Jika ia membenci satu akhlak darinya, niscaya ia ridha dengan akhlak lainnya.” (HR. Muslim no. 1469)

Hadits ini aturan emas dalam menyikapi kekurangan pasangan:

    • Tidak ada istri yang seluruhnya buruk.
    • Tidak ada suami yang seluruhnya salah.
    • Kewajiban kita adalah menimbang antara kekurangan dan kelebihan, bukan menuntut paket “sempurna tanpa cela”.

 


4. Penjelasan Ulama: Jangan Cari Pasangan Tanpa Cacat

Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan makna hadits di atas:

اي ينبغي ان لا يبغضها، لانه ان وجد فيها خلقا يكره وجد فيها خلقا مرضيا

“seharusnya ia tidak membencinya; sebab jika ia mendapati satu akhlak yang tidak disukainya, ia akan mendapati akhlak lain yang diridhainya”

Dalam penjelasan lain tentang hadits tersebut disebutkan:

فيه اشارة الى ان الصاحب لا يوجد بدون عيب، فان اراد الشخص بريئا من العيب يبقى بلا صاحب

“Dalam hadits ini ada isyarat bahwa tidak ada teman (pasangan) yang tanpa cacat. Jika seseorang mencari sosok yang bersih dari cela, ia akan hidup tanpa teman (pasangan).”

Ini tepat sekali menjelaskan bahaya menuntut kesempurnaan:

    • Istri yang terus mencari suami “sempurna” akan terus kecewa.
    • Suami yang ingin istri tanpa salah akhirnya tidak punya pasangan yang bisa ia syukuri.

5. Dampak Buruk: Ketika Standar Tidak Realistis

Merujuk arahan Syaikh al-Hamd dan penjelasan para ulama, sikap berlebihan dalam menuntut kesempurnaan menimbulkan beberapa dampak serius:

  1. Kekecewaan kronis terhadap suami
    Sedikit kesalahan—lupa tanggal, kurang peka, telat pulang—langsung dipukul rata: “Suamiku nggak becus!”

  2. Meremehkan nikmat Allah di rumah tangga
    Padahal mungkin:

    • Suami shalat,
    • Menjaga kehormatan,
    • Bekerja keras untuk nafkah,
      tapi semua tertutup hanya karena satu sisi yang tak sesuai ekspektasi.

  3. Mudah membandingkan dengan orang lain
    Terpengaruh media sosial: melihat suami orang lain yang romantis di feed, lalu menganggap suami sendiri selalu salah.

  4. Membuka pintu percekcokan terus-menerus
    Karena standar di kepala: “Suami ideal harus begini–begitu” yang tidak diberi ruang untuk realita.

  5. Bisa berujung penyesalan dan perceraian
    Sebagian istri nekat minta cerai demi mengejar “versi ideal” yang sebenarnya tidak ada; setelah berpisah baru sadar banyak kebaikan yang telah ia sia-siakan.


6. Bagaimana Sikap Istri Agar Menjaga Diri dari Menuntut Kesempurnaan?

Berikut beberapa langkah praktis yang sejalan dengan nasihat Syaikh al-Hamd dan penjelasan ulama:

6.1. Sadari: Pernikahan Itu Realita, Bukan Fiksi Romantis

Syaikh al-Hamd mengingatkan bahwa salah satu sebab besar kesalahan ini adalah pengaruh cerita fiksi, sinetron, dan film yang menggambarkan pernikahan serba romantis dan tanpa beban.

“Suamiku bukan tokoh drama Korea, aku juga bukan artis sinetron; kami dua hamba Allah yang sedang berjuang beribadah lewat pernikahan.”

6.2. Bedakan antara Hak Syari dan Perfeksionisme

Ada dua hal yang harus dibedakan:

    1. Hak syar’i: nafkah wajib, tempat tinggal layak, perlindungan, tidak dizalimi.
    2. Perfeksionisme: ingin suami selalu romantis, selalu paham kode, selalu rapi, selalu tenang, selalu sesuai selera.

Menuntut hak syar’i adalah bagian dari ibadah.
Tapi memaksa suami memenuhi standar perfeksionis adalah beban yang tidak Allah wajibkan.

6.3. Terapkan Kaidah Hadits “La Yafrak Mu’minu Mu’minah”

Jadikan diri kita juga tunduk pada hadits:

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Seorang mukmin (suami) jangan membenci seorang mukminah (istrinya). Jika ia membenci satu akhlak darinya, niscaya ia ridha dengan akhlak lainnya.” (HR. Muslim no. 1469)

dengan meyakini dan menerapkan:
“Kalau aku tidak suka satu sisi dari suamiku, aku harus ingat banyak sisi lain yang baik darinya.”

6.4. Perbanyak Syukur, Kurangi Mengeluh

Perintah syukur sangat banyak dalam Al-Qur’an; di antaranya:

وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

“Dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)

Semakin istri melatih syukur, semakin mudah melihat:

    • “Ternyata masih banyak kebaikan suamiku.”
    • “Ternyata rumah tangga ini lebih baik dari banyak kisah di luar sana.”

6.5. Komunikasi Realistis, Bukan Tuntutan Emosional

Daripada berkata:

    • “Pokoknya kamu harus berubah total!”

Lebih baik gunakan bahasa ma’ruf:

    • “Abang, aku senang sekali kalau abang bisa begini… karena itu bikin aku lebih nyaman dan semangat melayani abang.”

Dengan cara ini, istri mengajak kepada perbaikan tanpa jatuh ke dalam sikap menuduh dan menuntut kesempurnaan.


7. Penutup

Kesalahan istri dalam terlalu menuntut kesempurnaan adalah kesalahan pertama yang diangkat Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dalam من أخطاء الزوجات. Bukan karena istri selalu salah, tetapi karena:

    1. Standar yang tidak realistis
    2. Khayalan yang dibentuk media
    3. Minimnya ilmu tentang hakikat hidup dan pernikahan

sering kali menghancurkan rumah tangga yang sebenarnya sudah penuh kebaikan.

Ingatlah:

    1. Hidup memang diciptakan dalam kabad – susah payah.
    2. Pasangan tidak akan pernah sempurna.
    3. Tugas kita bukan mencari pasangan tanpa cacat, tapi belajar sabar, syukur, dan saling memperbaiki di atas jalur syariat.

Semoga Allah menjadikan para istri hamba-hamba yang qana‘ah, lembut kepada suami, dan pandai mensyukuri nikmat rumah tangga yang Allah titipkan.


Referensi

  1. Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, من أخطاء الزوجات (Min Akhtā’i az-Zaujāt), مكتبة دار ابن خزيمة (Maktabah Dar Ibnu Khuzaimah)، الرياض
  2. Imam an-Nawawi, Al-Minhāj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Mohon masukkan nama anda di sini