Tathirul I’tiqad (5): Tauhid Sebagai Syarat Diterimanya Ibadah

0
6

Tauhid bukan hanya pembahasan teori dalam ilmu akidah. Dalam Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, al-Imam ash-Shan‘ani rahimahullah menjadikan satu kaidah penting: seluruh ibadah hanya sah dan diterima bila dibangun di atas tauhid.


1. Tauhid sebagai Asas Ibadah Menurut ash-Shan‘ani

Ash-Shan‘ani menjelaskan bahwa inti ibadah adalah tauhid, dan tauhid itu terangkum dalam kalimat lā ilāha illallāh.

Beliau berkata:

ثم ان راس العبادة واساسها التوحيد لله التوحيد الذي تفيده كلمته التي اليها دعت جميع الرسل وهي قول لا اله الا الله

“Sesungguhnya puncak ibadah dan pondasinya adalah mentauhidkan Allah; tauhid yang dikandung oleh kalimat-Nya yang kepada kalimat itu seluruh rasul telah menyeru, yaitu ucapan lā ilāha illallāh.”

Dari sini, ash-Shan‘ani menegaskan:

  • Ibadah bukan sekadar rukuk, sujud, doa, wirid, atau ritual lahiriah.
  • Ibadah baru menjadi ibadah yang benar jika dibangun di atas tauhid: mengesakan Allah dalam ibadah dan menafikan seluruh sesembahan selain-Nya

2. Tauhid: Syarat Sah dan Syarat Diterimanya Ibadah

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ar-Rājihī menegaskan bahwa ibadah tidak sah bila tauhid rusak.

Beliau menjelaskan:

ان اساس العبادة توحيد الله تعالى ومن لم يوحد الله فعبادته فاسدة واذا دخل الشرك العبادة افسدها

“Sesungguhnya asas ibadah adalah mentauhidkan Allah Ta‘ala. Barangsiapa tidak mentauhidkan Allah, maka ibadahnya rusak. Dan apabila syirik masuk ke dalam ibadah, niscaya syirik itu merusaknya.”

Penjelasan ini melengkapi ucapan ash-Shan‘ani: kalau pondasinya retak, bangunan pasti runtuh. Demikian pula amal:

  • Bila ada syirik besar, amal gugur dan tidak diterima.
  • Bila ada syirik kecil (riya, sum‘ah), pahala amalan tertentu bisa hilang dan pelakunya berdosa.

Ibn Katsir rahimahullah, saat menafsirkan ayat “أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ” (QS. az-Zumar: 3), menegaskan:

لا يقبل من العمل الا ما اخلص فيه العامل لله وحده لا شريك له

“(Allah) tidak menerima suatu amalan kecuali yang diikhlaskan di dalamnya oleh pelakunya hanya untuk Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.”

Jadi, syarat diterimanya amal menurut para ulama:

  • Ikhlas untuk Allah → ini makna praktis tauhid uluhiyyah.
  • Mutaba‘ah (mengikuti sunnah Nabi ﷺ) dalam tata cara ibadah.

3. Dalil Al-Qur’an: Amal Hanya Diterima Bila Tauhid Lurus

1) Allah hanya menerima dari orang bertakwa

Allah Ta‘ala berfirman tentang kisah dua putra Adam:

قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ

“Dia (yang diterima kurbannya) berkata: Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27)

2) Agama yang murni hanya milik Allah

Allah Ta‘ala berfirman:

أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلۡخَالِصُۚ

“Ingatlah, hanya milik Allah-lah agama yang murni.” (QS. Az-Zumar: 3)

3) Perintah beribadah dengan ikhlas

Allah Ta‘ala berfirman:

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-bayyinah: 5)

4) Syirik membatalkan amal

Allah memperingatkan para Nabi dan umatnya:

وَلَقَدۡ أُوحِیَ إِلَیۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكَ لَىِٕنۡ أَشۡرَكۡتَ لَیَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَاسِرِینَ

“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (para nabi) sebelummu: Sungguh jika engkau berbuat syirik niscaya akan terhapuslah amalmu dan benar-benar engkau akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar 65)

Allah juga berfirman:

وَلَوۡ أَشۡرَكُوا۟ لَحَبِطَ عَنۡهُم مَّا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ

“Seandainya mereka berbuat syirik, niscaya akan gugurlah dari mereka amalan yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-an’am: 88)


4. Dalil Hadits: Allah Tidak Menerima Amalan Kecuali yang Ikhlash

 

1) Hadits “innamal a‘mālu binniyāt”

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا ٱلۡأَعۡمَالُ بِٱلنِّیَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ ٱمۡرِىࣲٕ مَّا نَوَى

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. al-Bukhari no. 1, Muslim no. 1907)

2) Allah hanya menerima amal yang ikhlas

Dalam hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یَقۡبَلُ مِنَ ٱلۡعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ خَالِصࣰا وَٱبۡتُغِیَ بِهِ وَجۡهُهُ

“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan kecuali yang dikerjakan dengan ikhlas dan hanya mengharap wajah-Nya.”  (HR. an-Nasa’i no. 3140)

3) Hadits Qudsi: Allah paling tidak butuh sekutu

Dalam hadits qudsi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

قَالَ ٱللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَىۤ: أَنَا أَغۡنَى ٱلشُّرَكَاءِ عَنِ ٱلشِّرۡكِ، مَنۡ عَمِلَ عَمَلࣰا أَشۡرَكَ فِیهِ مَعِیَ غَیۡرِی تَرَكۡتُهُ وَشِرۡكَهُ

“Allah Tabāraka wa Ta‘ālā berfirman: Aku adalah Dzat yang paling tidak butuh sekutu dari segala sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan lalu ia mempersekutukan-Ku di dalamnya dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan ia dan kesyirikannya.” (HR. Muslim no. 2985)


5. Penjelasan Para Ulama

1) Ibadah tertinggi adalah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah

Dalam bab ini, ash-Shan‘ani tidak berhenti hanya pada definisi tauhid, tapi juga menjelaskan makna kalimat lā ilāha illallāh sebagai syarat ibadah.

والمراد اعتقاد معناها والعمل بمقتضاها لا مجرد قولها باللسان

“Yang dimaksud adalah meyakini maknanya dan beramal sesuai konsekuensinya, bukan sekadar mengucapkannya dengan lisan.”

2) Syirik membatalkan ibadah seperti hadats membatalkan wudhu

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ar-Rājihī mencontohkan bahwa syirik terhadap ibadah lebih berbahaya daripada hadats terhadap wudhu

ان الشرك اذا دخل العبادة افسدها كما ان الحدث اذا دخل الطهارة ابطلها

“Sesungguhnya bila syirik masuk ke dalam ibadah, ia merusaknya, sebagaimana bila hadats masuk ke dalam thaharah (wudhu), maka hadats itu membatalkannya.”

Hal ini mengajarkan:

  1. Seseorang bisa beribadah panjang dan berat, tapi bila di dalamnya ada syirik, ibadah itu batal.Seperti orang yang shalat dengan wudhu batal: gerakan shalat ada, tapi
  2. statusnya tidak sah.

6. Kesimpulan

Dari seluruh dalil dan penjelasan di atas, ada beberapa poin untuk kita:

  1. Periksa niat sebelum beramal

    • Tanya diri sendiri: “Saya beramal ini untuk siapa?”

    • Bila masih ada motivasi kuat untuk dipuji, dinomorsatukan di mata manusia, perbaiki niat dulu.

  2. Takutlah kepada syirik kecil (riya, sum‘ah)

    • Hadits qudsi menunjukkan bahwa Allah meninggalkan amal yang tercampur syirik.

    • Syirik kecil sering tersembunyi; perlu muhasabah dan doa

  3. Pelajari tauhid secara benar dari kitab-kitab ulama

  4. Jangan tertipu oleh banyaknya amal

    • Banyak amal tanpa tauhid seperti bangunan megah di atas pasir yang rapuh.

    • Sedikit amal tapi ikhlas dan bertauhid lebih berat di sisi Allah.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang mentauhidkan-Nya dalam segala ibadah dan menjauhi segala bentuk syirik, lahir maupun batin. Āmīn.


Referensi

  1. Al-Imam Muhammad bin Isma‘il Al-Amir Ash-Shan‘ani, Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Riyadh: Ar-Ri’āsah Al-‘Āmmah lil-Buḥūts Al-‘Ilmiyyah wal-Iftā’
  2. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan, Sabīlur Rasyād fī Syarh Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād, Dār Ibn Al-Jawzī
  3. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rājihī, Tawfīq Rabbil ‘Ibād fī Syarh Kitāb Tathīril I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād liṣ-Ṣan‘ānī, Dār Ibn Al-Jawzī
  4. Ibn Katsir, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azhīm
  5. Sunan an-Nasa’i, Kitāb al-Jihād, hadits Abu Umamah
  6. Shahih al-Bukhari & Shahih Muslim, bab al-Imān dan al-Ikhlāsh

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Mohon masukkan nama anda di sini