Hukum Membaca Al-Qur’an bagi Wanita Haidh — Penjelasan Lengkap Menurut Empat Mazhab

0
12

Salah satu pembahasan penting dalam fiqih wanita adalah hukum membaca Al-Qur’an bagi wanita yang sedang haidh.
Masalah ini telah dibahas oleh para ulama sejak masa salaf, dan mereka berselisih pendapat mengenai hukumnya — antara yang melarang dan yang membolehkan dengan syarat-syarat tertentu.


Hadis Dasar Larangan

Sebagian besar ulama yang melarang wanita haidh membaca Al-Qur’an berdalil dengan hadis berikut:

لَا تَقْرَأُ الْحَائِضُ وَلَا الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ

“Janganlah wanita haidh dan orang junub membaca sesuatu pun dari Al-Qur’an.”

(HR. At-Tirmidzi no. 131)

Imam At-Tirmidzi menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallāhu ‘anhumā, namun sanadnya diperselisihkan oleh para ahli hadis — sebagian menilai dha‘if, tetapi jumhur fuqaha tetap menjadikannya dasar hukum larangan.


⚖️ Pendapat Para Ulama Mazhab

1. Mazhab Hanafiyyah

Ulama Hanafiyyah melarang wanita haidh membaca Al-Qur’an, baik satu ayat penuh maupun sebagian ayat.

يَحْرُمُ عَلَى الْحَائِضِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ مِنْهُ حَتَّى تَطْهُرَ وَتَغْتَسِلَ

“Diharamkan bagi wanita haidh membaca Al-Qur’an, meskipun hanya sebagian ayat, sampai ia suci dan mandi.”

(Fiqhu Aḥkām al-Ḥaiḍ wan-Nifās fī al-Maḏāhib al-Arba‘ah, Dār al-Qalam, hal. 119)

Pendapat ini juga diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah, dan diikuti oleh ulama seperti As-Sarakhsi dan Ibn ‘Ābidīn.


2. Mazhab Malikiyyah

Sebagian ulama Malikiyyah membolehkan wanita haidh membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, terutama bagi penghafal Al-Qur’an (ḥāfiẓah) agar tidak lupa hafalannya.

Imam An-Nafrāwī al-Mālikī menjelaskan:

لَا يُكْرَهُ لِلْحَائِضِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ إِنْ خَافَتْ نِسْيَانَهُ، وَإِلَّا كُرِهَتْ

“Tidak dimakruhkan bagi wanita haidh membaca Al-Qur’an jika ia khawatir lupa hafalannya. Namun jika tidak khawatir, maka hukumnya makruh.”

(Al-Fawākih ad-Dawānī, 1/127)


3. Mazhab Syafi‘iyyah

Ulama mazhab Syafi‘i berpendapat bahwa wanita haidh dan orang junub tidak boleh membaca Al-Qur’an, baik satu ayat penuh maupun sebagian.

Imam An-Nawawi رحمه الله berkata:

يَحْرُمُ عَلَى الْجُنُبِ وَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ قَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ

“Haram bagi orang junub, wanita haidh, dan nifas membaca Al-Qur’an, baik sedikit maupun banyak.”

(Al-Majmū‘ Syarḥ al-Muhadzdzab, 2/160)

Dalil yang digunakan adalah qiyas (analogi) terhadap orang junub yang wajib mandi sebelum membaca Al-Qur’an.


4. Mazhab Hanabilah

Mazhab Hanbali juga berpendapat sama seperti Syafi‘iyyah, bahwa wanita haidh tidak boleh membaca Al-Qur’an sebelum mandi besar.

Imam Ibnu Qudāmah berkata:

وَلا يَجُوزُ لِلْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ كَمَا لَا يَجُوزُ لِلْجُنُبِ

“Tidak boleh bagi wanita haidh dan nifas membaca Al-Qur’an, sebagaimana halnya orang junub.”

(Al-Mughnī, 1/198)


Pendapat yang Membolehkan (Ulama Minoritas)

Sebagian ulama seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hazm, dan beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa tidak ada dalil sahih yang melarang secara tegas wanita haidh membaca Al-Qur’an, sehingga hukumnya boleh, terutama jika:

  • Bertujuan mengingat hafalan (murāja‘ah),

  • Tidak menyentuh mushaf langsung (menggunakan sarung tangan atau media digital).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata:

لَيْسَ فِي الْكِتَابِ وَلَا السُّنَّةِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْحَائِضَ لَا تَقْرَأُ الْقُرْآنَ

“Tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menunjukkan bahwa wanita haidh dilarang membaca Al-Qur’an.”

(Majmū‘ al-Fatāwā, 21/460)


Kesimpulan Fiqih

Mazhab Hukum Membaca Al-Qur’an Saat Haidh Catatan Penting
Hanafi Haram Tidak boleh membaca walau sebagian ayat hingga suci
Maliki Boleh dengan syarat Jika khawatir lupa hafalan
Syafi‘i Haram Disamakan dengan hukum orang junub
Hanbali Haram Tidak boleh membaca sampai mandi besar
Pendapat Ibnu Taimiyyah & Ulama Kontemporer Boleh Selama tidak menyentuh mushaf langsung

 

Kesimpulan umum:
Mayoritas ulama (jumhūr) berpendapat tidak boleh wanita haidh membaca Al-Qur’an hingga suci dan mandi.
Namun, sebagian ulama membolehkan untuk hafalan dan dzikir, tanpa menyentuh mushaf secara langsung.


Referensi Lengkap:

  1. Fiqhu Aḥkām al-Ḥaiḍ wan-Nifās fī al-Maḏāhib al-Arba‘ah, cet. Dār al-Qalam, hal. 119.

  2. Al-Majmū‘ Syarḥ al-Muhadzdzab, Imam An-Nawawi, 2/160.

  3. Al-Mughnī, Ibnu Qudāmah, 1/198.

  4. Al-Fawākih ad-Dawānī, An-Nafrāwī al-Mālikī, 1/127.

  5. Majmū‘ al-Fatāwā, Ibnu Taimiyyah, 21/460.

  6. Sunan At-Tirmidzi, no. 131.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Mohon masukkan nama anda di sini