Masalah musik dan alat musik menjadi salah satu pembahasan penting dalam fiqih Islam klasik. Para ulama membahasnya dalam konteks adab pendengaran (السماع) dan larangan terhadap alat-alat yang digunakan untuk maksiat dan melalaikan zikir kepada Allah.
Mazhab Syafi’i termasuk di antara mazhab yang secara tegas menjelaskan keharaman alat musik tertentu, sebagaimana dijelaskan oleh para imam besar seperti Imam An-Nawawi, Syaikh Abdullah bin Husain al-Hadhrami, dan Syaikh Nawawi al-Bantani (al-Jawi).
Penjelasan Syaikh Abdullah bin Husain al-Hadhrami dalam Sulam at-Taufiq
Syaikh ‘Abdullah bin Husain al-Hadhrami Asy-Syafi’i dalam kitab Sulam at-Taufiq ilā Maḥabbatillāh menjelaskan:
وَ مِنْ مَعَاصِي الْأُذُنِ الِاسْتِمَاعُ إِلَى مِزْمَارٍ وَالطَّنْبُورِ
“Dan di antara kemaksiatan-kemaksiatan telinga ialah mendengarkan mizmar dan thunbūr.”
(Sulam at-Taufiq, hal. 185)
Kemudian beliau menambahkan:
وَمِنْ مَعَاصِي الْيَدِ اللَّهْوُ بِآلَاتِ اللَّهْوِ الْمُحَرَّمَةِ كَالطَّنْبُورِ وَالرَّبَابِ وَالْمِزْمَارِ وَالْأَوْتَارِ
“Dan di antara kemaksiatan-kemaksiatan tangan ialah bermain dengan alat-alat musik yang diharamkan seperti thunbur (semacam kecapi/gitar), rebab, seruling, dan alat musik bersenar lainnya.”
Keterangan:
“Mizmar” dan “thunbur” adalah istilah klasik untuk alat musik tiup dan petik, seperti seruling, gitar, kecapi, atau biola.
Menurut ulama Syafi’iyyah, mendengarkan dan memainkannya termasuk perbuatan maksiat, karena menyebabkan lalai dan melunakkan hati dari ketaatan.
Penjelasan Syaikh Nawawi al-Jawi dalam Mirqah al-‘Ubudiyyah
Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar al-Jawi al-Bantani رحمه الله — ulama besar Indonesia dalam mazhab Syafi’i — ketika mensyarah Bidayah al-Hidayah karya Imam al-Ghazali dalam kitab Mirqah al-‘Ubudiyyah menulis sebuah bab berjudul:
مَا يَجِبُ أَنْ تُحْفَظَ الْأُذُنُ عَنْهُ
“Hal-hal yang wajib dijaga oleh telinga darinya.”
Beliau kemudian menyebutkan:
كَالْغِنَاءِ وَآلَةِ اللَّهْوِ كَالطَّنْبُورِ وَالْعُودِ وَالْمِزْمَارِ وَغَيْرِ ذَلِكَ
“Seperti nyanyian dan alat-alat musik seperti thunbur, ‘ud (kecapi), mizmar (seruling), dan yang semisalnya.”
(Mirqah al-‘Ubudiyyah, hal. 232)
Keterangan:
Menurut Syaikh Nawawi, telinga wajib dijaga dari mendengarkan musik dan nyanyian karena hal itu termasuk lahwun (permainan yang melalaikan) dan dapat memalingkan hati dari zikir dan ibadah.
Pendapat Imam An-Nawawi dalam Roudhotuth Tholibin
Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi رحمه الله — salah satu mujtahid tarjih mazhab Syafi’i — menegaskan dalam Roudhotuth Tholibin:
الْمِزْمَارُ الْعِرَاقِيُّ وَمَا يُضْرَبُ بِهِ الْأَوْتَارُ حَرَامٌ بِلَا خِلَافٍ
“Alat musik seruling Irak dan setiap alat musik yang dipetik dengan senar hukumnya haram tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.”
(Roudhotuth Tholibin, juz 11, hal. 228)
Keterangan:
Imam An-Nawawi menegaskan ijma‘ (kesepakatan ulama Syafi’iyyah) atas keharaman alat musik bersenar dan tiup, seperti kecapi, biola, seruling, dan sejenisnya.
Bahkan, beliau menyebutkan bahwa jika seseorang merusak alat musik milik orang lain, maka tidak wajib menggantinya, karena alat tersebut termasuk benda yang haram penggunaannya.
Ringkasan Pandangan Ulama Syafi’iyyah
| Ulama Syafi’i | Kitab | Kutipan Arab | Hukum |
|---|---|---|---|
| Syaikh Abdullah bin Husain al-Hadhrami | Sulam at-Taufiq, hal. 185 | وَمِنْ مَعَاصِي الْأُذُنِ الِاسْتِمَاعُ إِلَى مِزْمَارٍ وَالطَّنْبُورِ | Haram mendengar alat musik |
| Syaikh Nawawi al-Jawi | Mirqah al-‘Ubudiyyah, hal. 232 | كَالْغِنَاءِ وَآلَةِ اللَّهْوِ كَالطَّنْبُورِ وَالْعُودِ وَالْمِزْمَارِ | Haram mendengar & memainkan |
| Imam An-Nawawi | Roudhotuth Tholibin, 11/228 | الْمِزْمَارُ الْعِرَاقِيُّ وَمَا يُضْرَبُ بِهِ الْأَوْتَارُ حَرَامٌ بِلَا خِلَافٍ | Ijma’ haram alat musik bersenar/tiup |
Referensi Lengkap:
-
Sulam at-Taufiq ilā Maḥabbatillāh — Syaikh Abdullah bin Husain al-Hadhrami Asy-Syafi’i, hal. 185.
-
Mirqah al-‘Ubudiyyah fī Syarḥi Matn Bidayah al-Hidayah — Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, hal. 232.
-
Roudhotuth Tholibin wa ‘Umdatut Muftin — Imam Yahya bin Syaraf An-Nawawi, juz 11 hal. 228.
-
Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab — Imam An-Nawawi, bab As-Sima’ wal-Lahw.






