Tathīrul I‘tiqād (1): Al-Qur’an adalah Kebenaran Mutlak dalam Akidah

0
5

Kitab Tathīrul I‘tiqād ‘an Adrānil Ilhād karya al-Imām Muḥammad bin Ismā‘īl al-Amīr ash-Shan‘ānī adalah risalah ringkas namun sangat padat tentang pemurnian akidah. Di awal kitab, beliau meletakkan beberapa “uṣūl” (pokok) yang menjadi fondasi akidah seorang muslim.

Uṣūl pertama yang beliau sebut adalah: seluruh yang ada dalam Al-Qur’an adalah kebenaran mutlak; tidak ada kebatilan di dalamnya. Inilah tema besar artikel pertama dari seri:


1. Teks Uṣūl Pertama dalam Tathīrul I‘tiqād

Di antara kalimat penting yang ditulis ash-Shan‘ānī rahimahullāh ketika memulai uṣūl pertama adalah:

ان كل ما في القران فهو حق لا باطل وصدق لا كذب وهدى لا ضلالة

Bahwasanya segala sesuatu yang ada di dalam Al-Qur’an adalah hak (benar) tidak ada kebatilan di dalamnya; benar tidak ada kedustaan padanya; petunjuk tidak ada kesesatan padanya.

Syaikh ‘Abdul ‘Azīz ar-Rājihī menjelaskan bahwa kalimat ini adalah pokok akidah yang paling dasar:

هذا الاصل اصل لا يتم اسلام احد ولا ايمانه الا بالاقرار به

Pokok ini adalah pokok yang tidak akan sempurna Islam dan iman seseorang kecuali dengan mengakui dan membenarkannya

Artinya: siapa yang ragu dengan kebenaran Al-Qur’an atau meyakini bahwa di dalamnya ada kebatilan, ia telah meruntuhkan fondasi imannya sendiri.


2. Dalil Al-Qur’an: Tidak Ada Kebatilan di Dalamnya

a. Al-Qur’an tidak mungkin mengandung kontradiksi

Allah Ta‘ālā berfirman:

 أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا 

“Apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an? Seandainya (Al-Qur’an) itu dari selain Allah, niscaya mereka akan menemukan di dalamnya banyak pertentangan.” (QS. An-Nisā’: 82)

Ayat ini menegaskan bahwa ketiadaan kontradiksi internal adalah bukti bahwa Al-Qur’an berasal dari Allah dan seluruh isinya adalah kebenaran.

b. Kebatilan tidak akan pernah menyentuh Al-Qur’an

Allah Ta‘ālā berfirman:

لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ 
“Yang tidak didatangi kebatilan dari depan dan dari belakangnya; (Al-Qur’an itu) diturunkan dari (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fuṣṣilat: 42)

Dalam Tawfīqu Rabbil ‘Ibād, Syaikh ar-Rājihī menekankan bahwa uṣūl pertama ini:

    1. Termasuk “ḍarūriyyāt ad-dīn” – hal yang diketahui secara pasti dalam agama.
    2. Tanpa keyakinan ini, Islam seseorang tidak sah.
    3. Mengingkari kebenaran Al-Qur’an dalam satu sisi saja – misalnya berita tentang azab kubur, nikmat surga, atau sifat-sifat Allah – bisa menyeret kepada syirik besar atau kufur jika dilakukan dengan sengaja dan sadar.

Hal ini menjelaskan bahwa:

    • Jika akal, teori, atau pendapat ilmuwan bertentangan dengan nash yang qath‘ī dalam Al-Qur’an, maka yang diambil adalah Al-Qur’an, bukan pendapat manusia.
    • Tugas akal adalah memahami dan men-tadabburi, bukan menghakimi kebenaran wahyu.


6. Implikasi Praktis: Apa Artinya “Al-Qur’an adalah Kebenaran Mutlak” bagi Kita?

6.1. Dalam memahami akidah

    • Kita tidak boleh membangun aqidah hanya di atas logika, filsafat, perasaan, atau mimpi.
    • Semua keyakinan pokok harus ada landasan ayat yang jelas, lalu dijelaskan dengan sunnah yang sahih dan penjelasan ulama Ahlus Sunnah.

6.2. Dalam menyikapi syubhat dan keraguan

Jika ada syubhat seperti:

    • “Ayat ini bertentangan dengan sains modern.”
    • “Ayat ini tidak relevan dengan zaman sekarang.”
    • “Cerita nabi dalam Al-Qur’an sekadar simbol, bukan fakta.”

Maka seorang mukmin mengembalikan semua itu kepada kaidah uṣūl pertama:

Al-Qur’an pasti benar.

Jika tampak “benturan”, berarti:

    1. pemahaman kita yang kurang, atau
    2. data ilmiah yang belum lengkap, atau
    3. teori yang belum pasti.

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Mohon masukkan nama anda di sini