Sholat berjamaah merupakan salah satu syiar terbesar dalam Islam dan tanda nyata keimanan seorang hamba. Namun, di zaman sekarang banyak kaum muslimin yang meremehkan panggilan adzan dan memilih sholat sendiri di rumah atau di tempat kerja, padahal tidak memiliki udzur syar’i.
Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam kitabnya أحكام حضور المساجد (Ahkām Ḥuḍūr al-Masājid) menegaskan bahwa sholat berjamaah hukumnya wajib ‘ain, bukan sekadar sunnah.
Dalil dari Al-Qur’an tentang Wajibnya Sholat Berjamaah
Allah ﷻ berfirman:
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوٓا۟ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا۟ فَلْيَكُونُوا۟ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا۟ فَلْيُصَلُّوا۟ مَعَكَ
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata; kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud, maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh); dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu.”
(QS. النساء [An-Nisā’]: 102)
Keterangan:
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tetap memerintahkan sholat berjamaah bahkan dalam kondisi perang dan takut.
Maka, jika dalam keadaan perang saja tidak gugur kewajiban berjamaah, apalagi dalam keadaan aman dan nyaman.
Syaikh Al-Fauzan menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan sholat berjamaah dalam keadaan takut. Jika sholat berjamaah hanya sunnah, tentu yang lebih utama adalah gugur kewajibannya dalam kondisi takut. Namun Allah tetap memerintahkannya, maka itu menunjukkan kewajibannya.”
(Ahkām Ḥuḍūr al-Masājid, Dār al-Minhāj, hal. 19)
Dalil Tambahan: Perintah Umum untuk Berjamaah
Allah ﷻ juga berfirman:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
“Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku‘lah bersama orang-orang yang ruku‘.”
(QS. البقرة [Al-Baqarah]: 43)
Para ulama menjelaskan bahwa frasa “bersama orang-orang yang ruku‘” merupakan dalil perintah sholat secara berjamaah.
Imam Ibnul Jauzi رحمه الله berkata:
“Laksanakanlah sholat bersama orang-orang yang mendirikan sholat.”
(Zād al-Masīr, tafsir QS. Al-Baqarah: 43)
Sedangkan Abu Bakar Al-Kāsāni رحمه الله menjelaskan lebih tegas:
“Allah memerintahkan untuk ruku‘ bersama orang-orang yang ruku‘, dan hal itu terjadi dalam konteks sholat berjamaah. Maka perintah ini merupakan dalil wajibnya sholat berjamaah, karena perintah umum menunjukkan kewajiban.”
(Bada’i‘ ash-Shana’i‘, 1/155)
Tidak Ada Keringanan Bagi yang Mendengar Adzan
Syaikh Al-Fauzan juga menjelaskan bahwa tidak ada keringanan bagi siapa pun yang mendengar adzan kecuali karena udzur syar‘i, seperti sakit berat, hujan deras, atau bahaya nyata.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ
“Barang siapa mendengar panggilan (adzan) lalu tidak mendatanginya (ke masjid), maka tidak ada sholat baginya kecuali karena udzur.”
(HR. Ibnu Majah no. 793, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Sholat Berjamaah adalah Fardhu ‘Ain, Bukan Fardhu Kifayah
Syaikh Al-Fauzan menegaskan bahwa sholat berjamaah hukumnya fardhu ‘ain, bukan kifayah.
Beliau menjelaskan:
“Seandainya sholat berjamaah itu fardhu kifayah, tentu gugur kewajiban bagi kelompok kedua setelah kelompok pertama menunaikannya. Namun Allah tetap memerintahkan semuanya untuk melaksanakan berjamaah, maka ini menunjukkan hukumnya fardhu ‘ain.”
(Ahkām Ḥuḍūr al-Masājid, hal. 20)
⚠️ Peringatan bagi yang Meremehkan Sholat Jamaah
Meninggalkan sholat berjamaah tanpa udzur termasuk tanda kemunafikan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
إِنَّ أَثْقَلَ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Sholat yang paling berat bagi orang munafik adalah sholat Isya dan sholat Subuh. Sekiranya mereka tahu keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya walau dengan merangkak.”
(HR. Bukhari no. 657, Muslim no. 651)
Kesimpulan
| Poin Penting | Penjelasan |
|---|---|
| Hukum sholat berjamaah | Fardhu ‘ain bagi laki-laki yang mampu |
| Dalil utama | QS. An-Nisā’: 102 dan QS. Al-Baqarah: 43 |
| Tidak ada keringanan | Kecuali karena udzur syar‘i |
| Makna berjamaah | Menampakkan syiar Islam dan mempererat ukhuwah |
| Peringatan | Meninggalkan jamaah termasuk ciri kemunafikan |
Referensi Lengkap:
-
أحكام حضور المساجد (Ahkām Ḥuḍūr al-Masājid) — Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, cet. Maktabah Dār al-Minhāj, hal. 19–20.
-
Al-Qur’an: QS. An-Nisā’: 102, QS. Al-Baqarah: 43, QS. Al-An‘ām: 125.
-
Bada’i‘ ash-Shana’i‘ — Imam Al-Kasani, jilid 1, hal. 155.
-
Zād al-Masīr — Imam Ibnul Jauzi, tafsir QS. Al-Baqarah: 43.
-
Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, no. 657; Ṣaḥīḥ Muslim, no. 651.
-
Sunan Ibnu Majah, no. 793; dinilai hasan oleh Al-Albani.







