Sebab-Sebab Meraih Lapangnya Dada (Bagian 10): Ridha terhadap Qadha dan Qadar Allah

0
8

Di antara sebab terbesar kelapangan dada dan ketenangan hati adalah ridha terhadap takdir Allah (القضاء والقدر).
Hati yang ridha adalah hati yang menerima dengan ikhlas setiap ketetapan Allah, baik yang menyenangkan maupun yang menyulitkan.

Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr حفظه الله berkata:

من رضي بقضاء الله وقدره اطمأن قلبه وسكنت نفسه وانشرح صدره لأنه يعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وما أخطأه لم يكن ليصيبه

“Barangsiapa yang ridha terhadap qadha dan qadar Allah, maka hatinya akan tenang, jiwanya akan damai, dan dadanya akan lapang. Karena ia yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, dan apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.”
(‘Asyaratu Asbāb li Insyirāḥiṣ Ṣadr, hlm. 38)


Dalil Al-Qur’an tentang Ridha terhadap Ketetapan Allah

Allah ﷻ berfirman:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا۟ بِمَآ ءَاتَىٰكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah, agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
(QS. الحديد [Al-Ḥadīd]: 22–23)

Ayat ini menanamkan keyakinan takdir yang melahirkan ketenangan dan keseimbangan emosi — tidak berlebihan dalam sedih, tidak berlebihan dalam gembira.


Allah juga berfirman:

قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَىٰنَا ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami; Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
(QS. التوبة [At-Tawbah]: 51)

Ayat ini mengajarkan bahwa keteguhan iman kepada takdir adalah pondasi ketenangan hidup seorang mukmin.


Hadits Nabi ﷺ tentang Ridha terhadap Takdir

Rasulullah ﷺ bersabda:

وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Ketahuilah bahwa apa yang luput darimu tidak akan menimpamu, dan apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran, kelapangan itu bersama kesulitan, dan sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.”
(HR. الترمذي [At-Tirmidzī] no. 2516, dinilai hasan sahih oleh Al-Albani)

Hadits ini menjadi pegangan hati yang tenang, bahwa tidak ada yang terjadi di luar kehendak Allah, dan setiap kesulitan pasti diiringi kelapangan.


Rasulullah ﷺ juga bersabda:

ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا

“Telah merasakan manisnya iman orang yang ridha Allah sebagai Rabb-nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasulnya.”
(HR. مسلم [Muslim] no. 34)

Ridha kepada Allah dan syariat-Nya adalah inti iman yang melapangkan dada dan menentramkan jiwa.


Penjelasan Ulama

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah رحمه الله berkata:

الرِّضَا يُفْرِغُ الْقَلْبَ وَيُرِيحُ النَّفْسَ وَيُطَمْئِنُ الْفُؤَادَ وَيَجْلِبُ سُرُورًا لَا يُقَدَّرُ

“Ridha mengosongkan hati dari keresahan, menenangkan jiwa, menenteramkan sanubari, dan mendatangkan kebahagiaan yang tak terhingga nilainya.”
(Madarij As-Sālikīn, 2/174)

Beliau juga berkata:

من رضي بالله ربا رضي بكل ما يقضي به عليه لأن الرضا بربوبيته يتضمن الرضا بتدبيره وقضائه

“Barangsiapa ridha Allah sebagai Rabb-nya, maka ia ridha terhadap semua ketetapan-Nya; sebab ridha terhadap rububiyyah Allah mencakup ridha terhadap pengaturan dan keputusan-Nya.”
(Miftāḥ Dār as-Sa‘ādah, 2/239)


Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah menjelaskan:

الرِّضَا بِالْقَدَرِ يُورِثُ الْعَبْدَ سَكِينَةً فِي قَلْبِهِ وَثِقَةً فِي رَبِّهِ وَتَسْلِيمًا لِحُكْمِهِ

“Ridha terhadap takdir menumbuhkan ketenangan di hati, keyakinan terhadap Rabb-nya, dan kepasrahan terhadap hukum-Nya.”
(‘Asyaratu Asbāb li Insyirāḥiṣ Ṣadr, hlm. 39)


Contoh Keteladanan Nabi ﷺ

Rasulullah ﷺ adalah teladan tertinggi dalam menerima takdir dengan lapang dada.
Ketika ditimpa musibah, beliau berdoa:

اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku dan gantikan untukku dengan yang lebih baik darinya.”
(HR. مسلم [Muslim] no. 918)

Doa ini adalah manifestasi ridha dan harapan yang penuh tawakal kepada Allah, sekaligus bukti bahwa setiap takdir pasti membawa hikmah dan kebaikan bagi orang beriman.


Kesimpulan

Ridha terhadap qadha dan qadar Allah adalah puncak keimanan dan rahasia ketenangan hidup.
Hati yang ridha tidak berontak terhadap takdir, tetapi tunduk dan yakin bahwa setiap keputusan Allah penuh hikmah dan kebaikan.

Ibnu Qayyim رحمه الله menegaskan:

من رضي بقضاء الله جرى عليه القضاء وهو محمود وإن سخط جرى عليه القضاء وهو مذموم

“Barangsiapa ridha terhadap qadha Allah, maka takdir tetap berjalan atasnya dan ia terpuji; namun jika ia marah, takdir tetap berjalan atasnya dan ia tercela.”
(Al-Fawāid, hlm. 165)


Referensi Lengkap

  1. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, ‘Asyaratu Asbāb li Insyirāḥiṣ Ṣadr, Dārul Minhāj.

  2. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarij As-Sālikīn, Dārul Ma‘ārif.

  3. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Miftāḥ Dār as-Sa‘ādah, Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah.

  4. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Al-Fawāid, Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah.

  5. Shahīh Muslim, Kitābul Qadar.

  6. At-Tirmidzī, Kitāb Ṣifat al-Qiyāmah.

  7. Tafsīr Ibnu Katsīr, Dār Ṭayyibah.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Mohon masukkan nama anda di sini